Lelaki berusia 24 tahun ini merupakan lulusan teknik tambang ITB yang saat ini bekerja di salah satu
Mohammad Riyan Kamil |
Gunung dan Pantai adalah dua destinasi yang umum dijadikan para traveler sebagai tempat memuaskan keinginan untuk berpetualang. Berawal dari pengalaman jalan-jalan ke gunung dan pantai sejak SMP, dan hobi itu terus berlangsung hingga kuliah, timbullah pertanyaan, lebih seru mana yah jalan-jalan ke GUNUNG atau PANTAI ? Walaupun ketika kerja lebih banyak ke pantai karena less effort dan waktu yang dibutuhkan sedikit, liburan karyawan terbatas jadi pas.
Banyak
alasan untuk seseorang menentukan untuk berlibur ke gunung atau pantai.
Faktor-faktor yang mempengaruhi diantaranya adalah:
1.
Teman
2.
Lingkungan
3.
Duit
4.
Keluarga
5.
Hobi
Pertimbangan yang matang tentunya
akan kita lakukan ketika diminta untuk memilih antara pantai dan gunung.
“Tergantung”, pasti jawaban yang lumrah dipilih orang karena memang penentuan
pilihan ini bergantung pada banyak aspek. Aku suka gunung dengan kesenduannya,
hutan-hutan pinusnya, kabutnya, hawanya yang segar, pemandangannya yang
menenangkan mata, hingga kehangatan yang dapat tercipta begitu cepat bagi para
pelancongnya. Tentu, udara dingin di gunung juga bisa menjadi alasan kita.
Pun aku suka pantai dengan
keceriaannya, deburan ombaknya, langitnya yang bersih saat malam tiba, dan
kedamaian unik yang diciptakannya. Nuansa gunung dan pantai secara kontras
berbeda. Gunung lebih bernuansa yang menunjukkan pada kesederhanaan dan
kebajikan. Sedangkan pantai lebih bernuansa pesta dan kesenangan. Nuansa yang
berbeda pada kedua destinasi ini juga membentuk kepribadian berbeda antara Anak Pantai dan Anak Gunung. Aku akan lebih suka bermain dengan keceriaan,
karenanya aku memilih bersama anak pantai.
Mereka lebih bisa menciptakan suasana yang ringan dan mudah mencair. Karakter mereka cenderung ceria, easy-going, impulsif, walau terkadang kurang bijaksana dan sering menganggap enteng suatu masalah. Mereka hangat dan banyak tertawa.
Mereka lebih bisa menciptakan suasana yang ringan dan mudah mencair. Karakter mereka cenderung ceria, easy-going, impulsif, walau terkadang kurang bijaksana dan sering menganggap enteng suatu masalah. Mereka hangat dan banyak tertawa.
Namun, kadang kita membutuhkan Anak Gunung untuk menolong kita.
Karakter mereka cenderung lebih pendiam, pendengar, perenung, dan sensitif. Anak
Gunung juga lebih dingin dan penuh pertimbangan dalam melakukan suatu hal.
Lalu kita bisa menaanyakan pada diri kita sendiri, termasuk tipe manakah
karakter kita ?
Sebuah artikel di jejaring kaskus.us menceritakan tentang pilihan antar Gunung vs Pantai juga. Berikut potongan artikelnya:
“Lebih suka ke pantai atau naik
gunung ? mungkin - Lebih suka ke pantai atau naik gunung ? mungkin ada
hubungannya dengan percintaan.
Bermula dari kecintaan saya
terhadap Indonesia, tempat seperti surga dimana sangat banyak pantai dan
pegunungan. Setelah berbagai riset yang saya lakukan, akhirnya terbentuklah
sebuah kesimpulan yang demikian: ternyata kehidupan cinta dengan lawan jenis itu
sangat berhubungan dengan kesukaan pergi ke pantai dengan naik ke gunung.
lebih suka mana ? Kalau sama-sama nilai kesukaannya, pilih aja ngasal.
Pertama-tama mari kita lihat
Gunung. Lalu kita bahas dengan proses PENDEKATAN atau dalam bahasa sehari-hari
PDKT. Secara umum (mengutip dari teman saya, seorang perempuan gunung). Kalau
gunung, tantangannya lebih besar, dan penuh dengan ketidakpastian. Kalau
pantai sih lebih bikin perasaan nyaman sejak awal berangkat. Padahal kalau naik
gunung dan udah sampai puncak kan sebenernya pemandangan yang kita dapet ya itu-itu
aja (lebih bagus pantai), tapi memang ada kepuasan, perasaan
"berhasil" mengalahkan diri sendiri, membuktikan kekuatan hingga bisa
nyampai puncak.
Jadi meskipun keindahan yg didapat di puncak gunung itu "tidak seberapa" dibandingin pantai, kepuasan dan kebanggaan dalam diri jadi dominan. Nah, sekarang mari kita ganti kata-kata gunung dengan "hubungan percintaan" bagaimana ? sudah terbayang ? pertanyaan ini saya ajukan kepada kaum laki-laki yang menyukai kegiatan naik gunung : "kenapa kamu menyukai naik gunung ? apa yang kamu nikmati dari naik gunung ?"
saya menikmati setiap langkahnya
saya suka perjalanan dan perjuangannya kepuasan yang tidak tertara jika kita
bisa mencapai puncak gunung (makanya sering foto-foto kalau udah nyampe puncak
gunung) dan ternyata, hasil yang saya temui, dalam proses pendekatan, laki-laki
yang suka naik gunung itu : hubungan dengan "saya menikmati setiap
langkahnya" Dia sangat menikmati dan membutuhkan proses pendekatan dengan
lawan jenisnya. Bermula dari kenalan, menjadi teman, lalu lanjut ke
persahabatan, dan akhirnya meraih hasil, apakah dia jadian atau tidak hubungan
dengan "saya suka perjalanan dan perjuangannya"
Dalam proses pendekatan, seakan-akan dia berkata: "Lihatlah, aku akan membuktikan bahwa aku pantas bersamamu" Atau "aku akan berjuang untuk mendapatkan kamu" hubungan dengan "kepuasan yang tidak tertara jika kita bisa mencapai puncak gunung" Perjuangan yang dihasilkan dan nilai-nilai keromantisan akan terlihat dengan jelas oleh orang-orang yang berada di sekitar mereka.
Secara kesimpulan, laki-laki yang
menyukai gunung itu sangat menyukai dan membutuhkan unsur pendekatan, sebelum
dia mendeklarasikan cinta dia kepada cewenya dia tidak akan menyukai hubungan
yang terjadi dengan cepat atau instant sebagai contoh, saya pernah menanyakan
ini ke laki-laki yang suka naik gunung :
P (pertanyaan) ; J (jawaban)
P: pasti pengen banget naik ke
gunung Kilimanjaro
J: wah ya pengen banget dong
P: Tapi lo ga akan mau kan kalo ke
puncak Kilimanjaro langsung naik helikopter?
J: ya engga lah, gila aja! dimana
asiknya?
secara tidak langsung, laki-laki
yang menyukai naik gunung tidak akan merasa perempuan yang langsung menerima
dia itu mencintai dia selayaknya dia mencintai perempuan itu.
Karena laki-laki gunung adalah
pejuang dan mereka yakin bahwa perempuan itu layak diperjuangkan sekarang,
untuk perbandingannya, laki-laki yang suka pantai secara garis besar, laki-laki
yang menyukai pantai punya perbedaan yang sangat mendasar dengan laki-laki yang
suka naik gunung.
Dia tidak peduli apapun caranya
untuk bisa sampai ke tujuannya (pantai) entah itu naik motor, mobil, pesawat,
helikopter atau cuma dengan jalan kaki karena yang ingin dia nikmati, bukanlah
perjalanannya, tapi tujuannya (pantai) entah itu hanya berjalan di tepi pantai,
menyelam, mencari kerang, memancing, berperahu, selancar air atau lain-lain.
Oleh karena itu, hubunganya dalam
percintaan, laki-laki yang menyukai pantai tidak menyukai proses pendekatan
atau jika dia cuma sedikit lebih menyukai pantai daripada naik gunung dia lebih
banyak merasa tidak nyaman dengan pendekatan atau lebih parahnya, ketika dia
benar-benar menyukai pantai dan tidak menyukai naik gunung 100%, dia tidak
membutuhkan proses pendekatan tapi apakah berarti dia tidak romantis ?
Mungkin sebagian orang di
sekitarnya akan merasa dia demikian, bahkan terkesan player karena dengan
mudahnya laki-laki itu menyatakan cinta. Padahal, justru sebetulnya perasaan
cinta itu mulai dibangun ketika hubungan itu dimulai sebagaimana dalam filosofi
pantai, perbedaan dengan gunung yang dinikmatinya adalah perjalanan menuju ke
tujuan, yang dinikmati dari pantai adalah tujuannya atau bisa kita gambarkan
seperti ini (untuk laki-laki dan perempuan)
naik
gunung : proses dulu baru mencapai hasil | pantai : hasil dulu baru memulai
proses
Keromantisan dalam percintaan bagi
laki-laki pantai itu akan terlihat setelah mereka memulai hubungan.
Perjuangannya pun akan terlihat setelah mereka jadian perlu kita ingat juga bahwa
kehidupan di pantai itu tidaklah selalu berjalan mulus. Kadang ada badai angin
ribut, kadang airnya pasang, kadang surut, kadang ombak yang terlihat tenang
pun ada arus bawah yang sangat berbahaya, bahkan kadang ada Tsunami.
Jika itu dianalogikan pada kehidupan
percintaan, tentu itu menjadi sebuah perjuangan untuk bertahan dalam percintaan
itu dan keindahan yang ada di kawasan pantai pun berbeda-beda. Ada pantai yang
berombak sehingga kita bisa main selancar, ada pantai karang yang kita bisa
nikmati keindahan karangnya, ada muara yang bisa ditelusuri keanekaragaman
hayatinya, atau minimal, pantai akan terlihat lebih cantik ketika matahari
terbit atau terbenam. Dengan kata lain, laki-laki pantai akan selalu mencari
keindahan dari hubungan ini dia akan terus berusaha membuat perempuan itu tidak
kecewa ketika memilih dia.
Laki-laki gunung akan mengatakan
"Lilhatlah, aku akan membuktikan bahwa aku pantas bersamamu"
laki-laki pantai akan mengatakan "Inilah aku, jika kamu tidak suka,
tinggalkanlah aku" "dan jika kamu mau bersamaku, akan aku perlihatkan
betapa indahnya percintaan yang akan kamu alami".
Perempuan yang suka dengan pantai
memiliki sikap tenang tapi juga berjiwa petualang. Baginya halangan bukanlah
hambatan. Perempuan tipe ini juga gak terlalu memedulikan penampilan. Untuk
urusan fashion, dia termasuk cuek meskipun gak juga sembarangan. Sayangnya
cewek yang menyukai pantai mungkin sedikit memiliki sikap pembosan. Selain itu
emosinya juga mudah naik turun seperti ombak yang kadang pasang dan surut. Tapi
asyiknya kemampuan dia mengendalikan emosinya inilah juga yang menjadikannya
pribadi yang cukup menyenangkan.
Diantara tempat lainnya, mungkin
perempuan yang menyukai gunung adalah perempuan yang agak ‘rebel’. Rata-rata
perempuan yang menyukai gunung sebagai destinasi wisatanya adalah perempuan
yang kuat dan tak gampang menyerah. Mereka juga cukup visioner dan jago dalam
menyelesaikan masalah. Namun, karena rasa optimis dan percaya dirinya ini
seringkali si pecinta gunung ini dianggap keras kepala atau susah menerima
pendapat. Baginya apa yang dianggap betul itulah kebenaran yang absolute. Tapi
bagi kaum pria yang ingin mendapatkan sahabat wanita terbaik, mungkin wanita
pecinta gunung inilah kaum yang paling bisa menjadi sahabat terbaik.
- Peradaban Gunung dan Pantai
Hasil
diskusi dengan seorang demografis menyatakan bahwa orang gunung itu lebih mudah
dikasih tau daripada orang pantai. Orang gunung itu lebih mudah untuk diajak
maju sedangkan orang pantai itu lebih suka status quo, suka meremehkan orang
yang memberikan ide untuk maju, tapi kalau lihat orang lebih maju
sirik. Dicontohkannya orang gunung kalau punya hasil alam ada kemauan untuk
menyimpan hasil bumi sedang orang pantai kalau lagi musim ikan ya foya-foya
sedangkan ikan yang bertumpuk-tumpuk itu nilai jual jadi rendah dan banyak yang
terbuang, sementara kalau lagi gak musim ikan baru deh minjem sana sini.
Dia
menganalisa hal itu terjadi karena faktor alam dimana kalau di pantai alamnya
kan monoton (hanya dapat melihat laut) sedangkan kalau di gunung bervariasi.
Ada pendapat lain yang menyatakan bahwa orang pantai itu lebih terbuka terhadap
nilai-nilai dari kebudayaan lain. Seperti yang kita ketahui, pantai adalah
tempat berlabuh beragam kapal dari berbagai penjuru. Pada jaman dulu belum ada
pesawat, jadi ke moda transporatasi yang digunakan adalah dengan kapal. Tentu
saja berlabuhnya kapal dari kampung orang lain juga ikut membawa nilai-nilai
kebudayaannya ke masyarakat di pantai itu. Sedangkan kalau orang gunung, lebih
tertutup karena sangat sedikit kontak dengan dunia luar. Jangankan dengan orang-orang
di negara lain, dengan orang-orang di pesisir satu pulau pun belum tentu bisa
berinteraksi, karena terhalang oleh kondisi geografis.
Contohnya
orang Jawa, mereka yang di pantai (terutama Pantura) dengan mereka yang di
daerah pegunungan aja sudah memiliki beberapa perbedaan. Selain itu juga orang
Minang yang di pesisir dengan yang di daerah pegunungan (Darek) juga tidak
lepas dari perbedaan. Misalnya di pesisir kebudayaannya banyak dipengaruhi
India, Persia, dan Arab, kalo di darek kebudayaannya masih cukup asli.
- Seputar Gunung dan Pantai
Indonesia
memiliki lebih dari 400 (empat ratus) gunung dan yang masih aktif berjumlah
lebih dari 130 (seratus tiga puluh). Sedangkan pantai, bergantung pada definisi
kita akan pantai itu sendiri. Mengingat Indonesia adalah negara kepulauan dan
negara maritim, otomatis garis pantai yang membentang dan menyelimuti
pulau-pulaunya sangatlah fantastis, lebih dari 99.000 kilometer. Ini adalah potensi yang sangat besar bagi para traveler untuk memuaskan batinnya.
Sudah
menjadi hal yang lumrah bagi kita ketika mendengar cerita-cerita aneh yang
berbau mistis terkait dengan gunung atau pantai. Cerita mistis di Pantai
Selatan sudah sangat terkenal di telinga masyarakat Indonesia. Selain pantai
itu, ternyata masih ada pantai lain yang juga memiliki cerita mistis, misalnya
adalah pantai Watu Ulo di Jember dan Pantai Menganti di Kebumen.
- Kisah Mistis Pantai Watu Ulo (dikutip dari http://www.muntijo.wordpress.com)
Masyarakat Jember menceritakan bahwa
nama pantai Watu Ulo bermula dari kisah berikut. Pada zaman dahulu Ajisaka
(baca: Ajisoko) datang ke tanah Jawa. Di Jawa, negeri Medang Kamula, ia
mengajarkan ilmu pengetahuan agama dan kesaktian kepada masyarakat. Saat
mengajari murid-muridnya, ilmunya didengar ayam yang sedang mencari makan di
bawah pondok perguruannya. Seharusnya, siapapun tidak boleh mendengar ajaran
Ajisaka, selain murid yag sudah diijinkan. Karena mendengar mantra-mantra yang
diajarkan kepada muridya, seekor ayam itu mendadak bertelur yang amat besar,
tidak seperti biasanya .Saat telur itu dierami dan menetas,
ternyata yang keluar dari cangkang telur bukan anak ayam, tetapi anak naga
raksasa, yang mampu berbicara seperti manusia. Anak naga itu bicara terus, dan
menanyakan siapa ayahnya. Oleh masyarakat setempat naga itu diberi tahu kalau
ingin tahu siapa ayahnya, disuruh tanya ke rang sakti bernama Ajisaka. Lalu,
anak naga itu mendatangi Ajisaka dan bertanya siapa ayahnya. Ajisaka tidak
terkejut, lalu diberi tahulah anak naga itu bahwa sebenarnya anak naga itu
memang anaknya yang tercipta dari telur ayam lewat mantra-mantra. Walaupun
mengakui naga itu sebagai anaknya, Ajisaka tidak mengijinkan naga itu ikut
dengannya. Ajisaka menyuruh anak naga itu bertapa di pantai laut selatan.
Kemudian anak naga itu bertapa di pantai selatan.
Saat bertapa, naga itu sesekali bangun
dari meditasi untuk makan binatang apa saja di sekitarnya. Ratusan tahun ia
bertapa, badannya tambah besar. Badannya di Jember, kepalanya sampai
Banyuwangi, dan ekornya memanjang sampai Jawa Tengah. Karena tubuhnya membesar
akibatnya makanan di sekitarnya tidak cukup, maka sesekali naga itu mencari
makan di tengah laut selatan.
Karena lamanya bertapa sampai badannya
ditumbuhi lumut seperti kayu. Suatu hari, penduduk di sekitar pertapaan naga
kehabisan kayu bakar. Penduduk menemukan kayu besar dan memanjang maka
dipotonglah kayu itu. Saat dipotong kayu itu mengeluarkan getah seperti darah,
sehingga semua penduduk terheran-heran tetapi penduduk tetap saja mengambilnya
sebagai kayu bakar.
Sampai sekarang naga yang telah besar
itu masih bertapa di pantai laut selatan, tetapi tubuhnya tidak lengkap lagi
karena dipotong penduduk untuk kayu bakar, tinggal kepalanya ada di Banyuwangi,
badannya di pantai selatan Jember, dan ekornya di Jawa Tengah. Bagian-bagian
tubuh itu mengeras seperti batu, dan sampai sekarang masih bisa ditemukan
batu-batu seperti sisik kulit ular di pantai selatan Jember. Oleh penduduk,
pantai itu disebut pantai “Watu Ulo” (Batu Ular) karena batu-batunya tersusun
seperti sisk kulit ular. Konon pada saatnya naga itu akan berubah menjadi
manusia yang sakti dan akan menjadi pemimpin dan penguasa di tanah Jawa atau
Indonesia. (Dikumpulkan dan diceritakan ulang dari cerita masyarakat Jember dan
sekitarnya).
Disadur sepenuhnya dari buku Mitos
dalam Tradisi Lisan Indonesia Karya Dr. Sukatman, M.Pd. halaman 35-36.
- Kisah Mistis Pantai Menganti (dikutip dari http://www.indonesiawow.com)
![]() |
Pantai Menganti |