20 Desember 2013
07.30 WIB
|
Hari ini, gw (Nurmy), Marcel, dan Choki
mengikuti FIM Traventurace. Ini merupakanTraventurace perdana yang
diadakan oleh FIM. Kami tergabung dalam satu tim, nama tim kami adalah Tim
MaCaN, meeoooong!. Ada enam tim yang ikut FIM Traventurace ini, lima tim
lainnya yaitu Archipelago, Kuaci, Avatar, Huba-huba, dan Beruang.
![]() |
Tim MACAN (Marcel & Nurmy) |
Nah, sekarang kami lagi mendengarkan rule secara
keseluruhan di rumahnya Pa’E dan Bunda, tempat dimana kita memulai perjalanan
ini, yang disampaikan oleh Kang @UjangFahmeee selaku Koordinator Acara FIM
Traventurace ini dan mba Jetc. Rule yang paling gw ingat adalah kami
harus saling berbagi dan menjaga rahasia masing-masing dalam satu tim. Waduh,
berat nih buat jaga aib si Choki, tapi tenang chok, gw sama Marcel udah
menganggap lo saudara ko.
FIM Traventurace ini juga ada
awardnya loh, tau ga sob hadiahnya apa? Empat hari tiga malam keliling
Malaysia dan Singapura maaaan. Ajiiiiib. Gw belum pernah nih ke luar
negeri, begitu pun Choki sama Marcel. Gw yakin kita bisa dapetin tuh hadiahnya,
aaamiiin. Eh, tapi ada juga nih hadiah untuk juara dua, ga kalah serunya,
jalan-jalan juga, empat hari tiga malam di Banjarmasin dan sekitarnya.
Baru sekarang Traventure hadiahnya juga traventure lagi. Tapi kami sih ga
terlalu mikirin itu sob. Kami udah bisa ikut FIM Traventurace aja
udah bersyukur banget. Kalau kata Pa’E itu hanya hadiah hiburan aja, hadiah
terbesarnya adalah traventurace itu sendiri. Keberhasilan pertama
adalah zero accident, hadiah itu keberhasilan kedua, yang penting keep
enjoy sob, tapi tetap aja gw, Choki sama Marcel ngebet banget pengen ke
Malaysia sama Singapura atau Banjarmasin, hehe.
Kami bertiga sudah bagi-bagi tugas. Ada
ketua, PJ Jurnal, dan PJ Dokumentasi. Biasanya kan pemilihan ketua itu di awal,
di tim gw beda, karena Choki pengen banget mengabadikan setiap langkah
perjalanan lewat foto dan video dan gw juga pengen banget mengabadikan setiap
cerita kami lewat goresan tangan jadinya Choki sebagai PJ Dokumentasi dan gw
sebagai PJ Jurnal. So, Marcel ga ada pilihan lain, dia sebagai ketua kelompok
Tim MaCaN, meeoooong!. Berarti gw udah bertugas nih mulai hari ini. Ahay
Jebret.
Sampai tulisan di atas gw bikin, kami
belum tau sebenarnya kami mau ngapain, diapain, kemana, bisa makan ga, dan yang
paling penting bisa mandi ga? Ada tempat buat kami mandiin si Choki ga? Hehe.
Ya sudah, kita ikutin aja alurnya, yang penting semangat, jaga kekompakan, dan
nikmati aja.
Sekarang kang Robby lagi ngasih
pengarahan terkait pendokumentasian yang baik dan benar. Pesan buat Choki
jangan lupa bikin videonya dengan baik dan benar chok. Dengerin tuh harus 16 :
9, harus landscape, jangan 3gp formatnya. Kita bikin video clip yang ajib chok.
Rumus terakhir kalau kita ngambil gambar aksi reaksi, bayangin ada garis di
tengah, jangan nyebrang (nah yang ini bener-bener ga ngerti gw). Eh, ada lagi
nih, PJ Dokumentasi merekam/memoto pada waktu yang senggang, membuat video
jurnal dalam format wawancara dan harus sejalan dengan apa yang ditulis oleh PJ
Jurnal. Kita harus kompak nih chok, cel. Eiittts, gw juga harus nyatet
pengeluaran yang ada di tim gw, 100 ribu untuk masing-masing orang selama enam
hari perjalanan.
Udah dulu sob, kita mau berdo’a dulu
sebelum dimulai. Semoga diberi kelancaran dan kemudahan.
Angkot 07
20 Desember 2013
16.15 WIB
Hallo MaCaNers, balik lagi nih sama gw.
Sekarang gw lagi di angkot 07 jurusan Warung Jamba-Merdeka. Tau dimana? Yap, gw
lagi di Bogor bareng dengan Choki dan Marcel tentunya plus kelima tim lainnya.
Ternyata Bogor adalah destinasi pertama dari FIM Traventurace.
Setelah dilepas Pa’E tadi pagi di
kediamannya, kami diberi amplop oleh panitia yang isinya kertas bertuliskan “Titik
0 km di kota hujan”. Tanpa berpikir panjang kami langsung berpikir (tuing,
tuing)’ “wah kita harus ke Bogor”. Langsung aja kami menuju jalan raya.
Ternyata timnya Kang Doni, Tim Kuaci, juga berjalan ke arah yang sama. Akhirnya
kami memutuskan berangkat bersama.
Gw, Marcel, dan Choki tadinya mau nyari
tumpangan gratis ke Bogor, tapi kami ingat kalau ini ibu kota. Akhirnya kami
memutuskan naik KRL aja. Nah, di sini muncullah kebingungan, naik apa kita ke
stasiunnya? Kami berencana naik KRL dari Stasiun Cawang. Ada beberapa opsi,
naik bis 47, naik transjakarta, atau jalan kaki ß yang ini idenya si Choki.
Kami coba menunggu bus 47. Lagi nongkrong di pinggir jalan bareng Tim Kuaci,
muncullah Tim Archipelago dan Avatar, plus bapak-bapak angkot yang bergantian
menghampiri kami menawarkan jasanya. Ada yang menawarkan mobilnya untuk
dicarter. Setelah terjadi negosiasi yang cukup alot dengan bapak sopir angkot,
diputuskan bahwa……………kami tidak jadi naik angkot. Nunggu bis 47 pun lama, tak
kunjung datang. Kami memutuskan untuk naik bis transjakarta aja kalau begitu.
Eh, pas udah naik ke jembatan shelter, berdatanganlah itu bis. Memang
seharusnya kami harus sedikit bersabar menunggu bisa 47-nya. Kami pun harus
menunggu lagi bis transjakarta yang cukup lama.
Sambil menunggu bis, kami memanfaatkan
waktu untuk mencari informasi dimanakah letak titik 0 km itu?. Di sudut shelter
kami melihat sosok botak (bukan tuyul) yang sedang memegang hp (kayaknya sih
smatpon). Ya karena peraturan FIM Traventurace salah satunya ga boleh
pakai smatpon untuk mengetahui informasi apapun terkait dengan clue, kami
pun mencoba mendekati sosok botak ini. Choki mulai melakukan jurus bayangannya
(PDKT maksudnya) dan tanpa sungkan-sungkan kami meminta tolong untuk melihat di
Goo*gle dimanakah letak 0 km Kota Bogor itu,clue bertambah suram,
berdasarkan penelusuran smatpon milik osok botak ini (eh, ga ada larangan kan
ya pakai smatpon punya orang seingat kami dan kami pun ga memegang sama sekali
smatpon-nya), letak 0 km itu dekat dengan Hotel Salak. Ya, ya, ya, bertambah
informasi tapi masih suram. Cukuplah informasi itu menjadi bekal kami. Kami pun
berkenalan dengan sosok botak ini (haha, kenalannya malah terakhiran), ternyata
namanya Andrea Firstarisa Kusumah (pasti anak kedua nih), umurnya delapan belas
tahun, lahir di Bogor, 10 Juni 1995 (ok orang Bogor juga ternyata ga tahu letak
0 km), calon orang kaya karena dia botak itu ternyata dia baru masuk menjadi
mahasiswa STAN Bea Cukai. Ok, kami pun sungkem, hehe. Nah, yang wajib adalah
minta fotonya, kami berjanji akan upload fotonya di twitter dan cc-in ke dia,
nih akun twitternya @andreventon. Kami pun bersumpah (eh berjanji) bahwa setiap
orang yang menolong kami selama petualangan kami di Traventurace ini
akan kami abadikan dalam sebuah foto kenangan dan akan menguploadnya ke twitter
lewat akunnya Mr. Choki.
“Chok, cel kayanya ga keburu Jum’atan nih kalau berangkat sekarang”, kata gw yang memang pernah naik kereta ke Bogor dan memakan waktu sekitar satu jam. Ok, singkat cerita kami sampai di stasiun Cawang. Kami pun berpisah dengan tim lain. Kami beli tiket KRL terlebih dahulu dan ketika mau masuk stasiun tiba-tiba terjadi pergolakan dalam hati kami (ceileh). Hari ini Jum’at dan kami laki-laki muslim sejati yang tergabung dalam ISIA (Ikhwan Sholeh Idaman Akhwat), melihat jam dan menunjukkan sudah pukul 11.00 WIB.
“Ya udah kita jama’ aja sama ashar, jadi
kita sholat dzuhur aja, kita kan musafir”, kata Choki dengan sok gantengnya.
“Begini kawan-kawan yang insya Alloh
dirahmati Alloh, kalau kita masih bisa jum’atan kenapa ga. Islam memang banyak
memberikan kemudahan, tapi kalian mau JUARA dengan melanggar kaidah-kaidah
agama?”, kata salah seorang ustaz. ß yang ini agak
dilebay-lebaykan.
Tapi ini serius, motto kami adalah:
“Lebih baik terlambat, yang penting
berkat”
Finally, kami memutuskan Sholat Jum’at
terlebih dahulu. Alhamdulillah ada masjid dekat stasiun. Waktu menunjukkan
11.15 WIB, kayanya kami membutuhkan laptop atau komputer untuk mindahin
dokumentasi yang udah ada di kamera Marcel ke fd supaya memorinya ga penuh.
Yap, kami mesti cari warnet. Alhamdulillah nemu dan ga terlalu jauh dari
masjid. Choki ngopi foto-foto dan video ke fd, gw dan Marcel berniat membuat
tulisan “TOLONG!” di kertas yang panjang, siapa tahu dibutuhkan sewaktu-waktu
terutama untuk mencari tumpangan. Niatnya sih beli kertas dari abangnya, eh
malah ditawarin gratis kertas-kertas bekas yang masih bisa kami pakai dan
manfaatkan. Alhamdulillah, JUM’AT BERKAH. Kami hanya mengeluarkan uang Rp2.000
untuk penggunaan komputer karena ternyata si Choki juga download ulang theme
song Tim Macan.
Kami berterima kasih sama si abang yang
punya fotocopyan (warnetnya + fotocopyan + jualan pulsa). Lagi-lagi kita ajak
kenalan abangnya di akhir. Namanya abang SULE (tapi bukan Sule OVJ ya), asli
Bandung tapi kerja di Jakarta (ya kerjanya buka fotocopyan itu) dan abangnya
anti kamera sepertinya, ga kaya si Choki yang banci kamera (eh jaga rahasia ya)
karena ga mau difoto ketika kita minta foto.
Kami pun pamit karena sudah waktunya
Sholat Jum’at. Seketika itu, si Choki melihat ke mesin pendingin minuman yang
terpajang di depan fotocopyan itu, dengan kurang a*arnya Choki berkata “Bang,
aduh haus euy, boleh nih minumnya tapi gratis ya”. Mamp*s gw, untung abangnya
baik dan Choki pun mengambil satu gelas aq*a dingin dan bikin ngiler gw sama
Marcel, kami pun berbagi satu gelas bertiga (cooo cwiiiit).
Ok, kami pun menuju masjid, kekonyolan
si Choki pun dimulai lagi. Berhentilah dia di depan tukang pisang cokelat,
“piscok”.
“My, my, piscok ngadadahan euy,
seribuan”
“Ah nanti Chok, kita juga bakalan dapat
makanan nanti dari panitia, sabar, masih hari pertama ini”, kata gw yang
sebenarnya gw juga menelan ludah, ngiler melihat piscok berbagai rasa itu.
Lanjutlah langkah kaki kami menuju
masjid. Singkat cerita, kami selesai Sholat Jum’at dan jama’ qashar dengan
ashar, kami memutuskan langsung menuju stasiun. Si Choki dengan centilnya
menggoda gw lagi.
“My, my piscok my”.
Oiya, selain dipercaya sebagai PJ
Jurnal, gw juga dipercaya sebagai Bendahara tim ini. Kali ini gw ga
mempedulikan si Choki.
Sampailah kami di stasiun, menunggu
beberapa menit kereta tujuan Bogor pun tiba. Sesampainya di Bogor kami mencoba
memastikan lagi dimana letak titik 0 km itu. Kami bertanya ke Bapak Satpam,
malah disuruh tanya ke bagian informasi, di bagian informasi gw dicuekin.
Akhirnya gw bertanya ke Bapak Brimob yang kebetulan sedang bertugas di stasiun.
“Oh naik 03 mas, itu di tugu kujang”,
kata Bapaknya.
Ok, kami sangat percaya jawaban bapak
ini. Secara bapak ini brimob pasti tahulah. Naiklah kami angkot 03, untuk
memastikan lagi kami bertanya ulang ke Bapak Sopir, beliau ga tahu. Tanya
seangkot juga ga ada yang tahu dimana 0 km itu. Ya, kami tetap pertahankan
informasi dari Bapak Brimob itu.
Wah Kang Fahmee udah nelponin terus nih,
“Dimana, dimana, dimana?… (Ayu
Ting-Ting)”, Tanya Kang Fahmee.
“Di angkot kang menuju lokasi”, jawab
Marcel.
Oiya kami ingat informasi dari sosok
botak di awal kalau 0 km itu dekat Hotel Salak. Kami bertanya sama mba-mba di
angkot.
“Wah mas, tadi sudah kelewatan tuh”.
Waduuuuh, kelewatan?
Ok, tenang, tenang. Kami tetap berniat
turun Tugu Kujang. Turunlah kami di sana. Wah ada Bapak Polantas nih, pasti
tahu dimana 0 km, bener ga di tugu kujang.
“Wah mas, kurang tahu coba aja tanya di
Balai Kota, di sana pusat informasi. Nah, nah tuh ada Satpol PP, tanya aja ke
bapaknya”, jawab Bapak Polantas.
Aduh pak, ko gak tahu? Bukannya Bapak
Polantas ya?
Ok kami tanya ke Bapak Satpol PP, beliau
pun ga tahu dimana itu letak titik 0 km. Kami pun menunjukkan foto kedatangan
tim Huba-huba yang ada di grup WA Peserta FIM Traventurace.
“Oh ini balai kota ini”. Alhamdulillah
Bapaknya tahu dan kalian tahu Balai Kota dimana? Sudaaaaah kelewataaaan sama
kita tadi. Harus balik lagi nih.
Ya, ya setidaknya kami dapat memetik
hikmah dari sini, dari mulai Bapak Brimob, Bapak Polantas, Bapak Sopir,
penumpang angkot, bahwa “Don’t judge book by the cover”.
Sudah dulu ya, angkotnya sudah sampai
nih di destinasi selanjutnya di Bogor. Nanti gw lanjut lagi ya menceritakan
pengalaman-pengalaman seru dari gw, Marcel, dan Choki hanya di FIM
Traventurace.
Kami belajar keteladanan dari Panglima Besar Jenderal Sudirman. Informasi-informasi penting lainnya yang disampaikan sebisanya gw catat. Kami diajak keliling Museum untuk melihat diorama-diorama terkait Sejarah PETA. Setelah selesai, kami diajak bermain game sedikit oleh panitia regional Bogor, yaitu menjawab beberapa pertanyaan terkait dengan materi yang disampaikan sebagai penilaian apakah kami memerhatikan dengan seksama atau tidak.
Hallo bro, sekarang terjawab sudah rasa penasaran gw, dimana kami menginap. Ternyata penginapan kami disediakan oleh SPONSOR TERBESAR acara FIM Traventurace ini (eh bukan, sponsor terbesar tim kami maksudnya, kenapa? nnti gw certain ya), yaitu NAVIGATOUR, give applause for Navigatour. Rasakan ngetrip seru dengan konsep enTOURtrainment bareng Navigatour Travel Services. Haha ko jadi promosi, tapi hatur nuhun Kang Fahmeee, kami ga tau gimana nasib kami tanpa Kang Fahmeee, semoga Kang Fahmeee panjang umur, dimudahkan rezekinya, Navigatournya berkah. Aamiin. Bisa dong kami ke Malaysia dan Singapura, haha (peres). Alhamdulillah Choki bisa bobo.
Alhamdulillah, Tim MaCaN bisa mengikuti Traventurace hari kedua dengan penuh semangat dan masih dalam keadaan sehat. Hari kedua diawali dari tempat kami menginap, yaitu ‘Hotel’ Navigatour. Setelah sarapan, sekitar pukul 08.00 WIB, kami dikumpulkan oleh Kang Ario di halaman Navigatour. Kang Ario menginformasikan kalau kami akan dibawa menuju suatu tempat dan kemungkinan perjalanannya jauh, jadi silakan kalau mau ke toilet dulu ya ke toilet dulu.
Sesampainya di Taman Budaya Yogyakarta yang terletak di Jalan Sri Wedani, kami mencari angkringan terlebih dahulu untuk sarapan. Alhamdulillah dapat dan kami pun membeli nasi kucing tiga bungkus plus dapat gratisan peyek dua (sebenarnya bukan gratisan sih tapi si Choki yang minta). Bapak yang punya angkirangannya namanya Bapak Gundul. Langsung aja nasi kucingnya difoto dan ditwitpic sama Choki.
Selesai sharing kami menuju Masjid Agung Kauman untuk melaksanakan sholat maghrib dengan ditemani LO. LO kami dan Tim Beruang adalah Shendy. Setelah sholat, kami diajak jalan-jalan keliling sekaten dan makan di angkringan. Ternyata masih ada clue yang harus diselesaikan lagi. Kami harus ke Terminal dan diberi uang Rp10.000.
Pondok Bambu
20 Desember 2013
21.45 WIB
|
Yeeaaaay, akhirnya makan lagi. Sekarang
gw dan tim lagi ada di pondok bambu, tempat makan dekat kampus IPB Darmaga, candel
light dinner gitu sama teman-teman panitia regional Bogor. Alhamdulillah
akhirnya gw ke kota, menemukan air segar yang menghilangkan haus dahaga gw
seketika.
Di sini kang Ario bilang kalau kita
(semua tim) ternyata molor dua jam dari agenda, Harusnya kita sudah makan dari
pukul 20.00 WIB tadi. Semoga bukan karena tim gw, hehe.
Ok sob, sekarang sembari menunggu yang
lain selesai bersantap malam, karena gw sudah selesai dari tadi, gw mau cerita
lagi ah, ngelanjutin cerita gw yang tadi. Kita flashback ya. Sebelumnya maaf
nih kalau alur cerita gw ngaco, ke belakang, tiba-tiba ke depan, ke kanan, ke
kiri, hehe.
Sampai mana tadi gw ya? Oia, sampai
nyadar kalau kami nyasar, bukan nyasar sih tapi kami terlalu percaya sang Bapak
Brimob. Akhirnya kami putar balik lagi menuju Balai Kota Bogor dengan angkot
03. Ya, dan di angkot pun kami diteror lagi dengan lagunya Ayu Ting-Ting oleh
Kang Fahmee, dimana, dimana, dimana…
“Iya kang, kami lagi menuju lokasi, tadi
ke tugu kujang dulu”, jawab Marcel.
Telepon lagi dan lagi. Akhirnya kami
disuruh langsung menuju point yang kedua yaitu Museum PETA. Kami turun di
pertigaan, apa ya namanya, pertigaan pecis? Panin? entahlah lupa. Dari situ
kami harus berjalan sekiitar 300 meter untuk sampai di Museum PETA. Yeay, yuk
lari Chok, Cel, dan Choki pun ga bisa diajak lari. Jadinya jalan cepat aja.
Sesampainya di museum PETA, otomatis
kami adalah tim ke enam yang sampai, paling bontot brooo, dan kami pun
‘menyekip’ pos titik 0 km, huaaaa. Seharusnya mungkin di awal kami diberikan
batasan waktu sampai pukul berapa maksimal harus tiba di titik 0 km itu,
sayangnya ga.
Di Museum PETA kami diberikan materi
terkait Sejarah Tentara Pembela Tanah Air (PETA) yang merupakan cikal bakal
lahirnya Tentara Nasional Indonesia (TNI) yang disampaikan oleh Bapak Suroso.
Alhamdulillah wawasan gw secara pribadi bertambah (ga tau ya kalau Choki sama
Marcel dengerin atau ga, hehe) terkait salah satu bagian sejarah bangsa ini.
Satu hal yang paling gw inget adalah ucapan Pak Sudirman ketika waktu sakit dan
disuruh berobat ke rumah sakit oleh Pak Soekarno, beliau bilang
“Yang sakit adalah Sudirman, bukan
Panglima Besar”.
Kami belajar keteladanan dari Panglima Besar Jenderal Sudirman. Informasi-informasi penting lainnya yang disampaikan sebisanya gw catat. Kami diajak keliling Museum untuk melihat diorama-diorama terkait Sejarah PETA. Setelah selesai, kami diajak bermain game sedikit oleh panitia regional Bogor, yaitu menjawab beberapa pertanyaan terkait dengan materi yang disampaikan sebagai penilaian apakah kami memerhatikan dengan seksama atau tidak.
Nah dari Museum PETA, kami diajak ke
Rumah Perlindungan Tresna Werdha. Alhamdulillah teman-teman panitia menyediakan
kendaraan menuju lokasi, yaitu angkot 07 jurusan Warung Jamba-Merdeka untuk
menuju lokasi. Awalnya kami sebenarnya ga tahu mau dibawa kemana. Iseng-iseng
nanya Bapak Sopirnya, katanya kita mau ke empang. Empang? Wah, mau
basah-basahan nangkap lele nih kita, itu pikiran yang terlintas di otak gw,
tapi ternyata empang itu nama daerah. Rumah Perlindungan Tresna Werdha terletak
di Jalan R. Aria Suriawinata RT/RW 04/05, Kelurahan Paledang, Kecamatan Bogor
Tengah, Kota Bogor.
Sesampainya di lokasi, kami
menebak-nebak tempat apa ini? Teman-teman tahu temat apa ini? Ternyata Rumah
Perlindungan Tresna Werdha ini semacam Panti Jompo (Tresna: Cinta, Werdha:
Orang Tua), tempat berkumpulnya omah-omah yang imut-imut. Opah juga ada tapi
hanya ada tiga opah di sini. Ada sekitar lima puluh omah di Rumah Perlindungan
Tresna Werdha.
Wah lucu-lucu omahnya. Gw senang sekali
bisa bertemu dengan mereka. Begitu pun Marcel dan Choki. Gw udah ga punya
nenek. Jadi pas lihat omah-omah ini gw jadi inget nenek gw.
Tujuan kami berkunjung ke Rumah
Perlindungan ini adalah untuk menghibur dan berbagi suka, canda dan tawa dengan
mereka. Seperti biasanya, Choki selalu beraksi, dimana bumi dipijak di situ
Choki ngelawak. Alhamdulillah omah-omah ini terhibur. Luar biasa meskipun sudah
berumur, omah-omah ini tetap semangat, masih ceria dengan bernyanyi, ada yang
jago pantun malah, dan mereka pun punya Salam Omah.
Dari mereka gw belajar bahwa kami
sebagai pemuda jangan sampai kehilangan semangat, terus berjuang menggapai
cita, dan jangan pantang menyerah. Jangan sampai kalah dengan omah-omah.
Para peserta FIM Traventurace (termasuk
Tim MaCaN) diminta untuk memberikan sesuatu yang berkesan untuk omah-omah,
terserah apapun itu dan dalam bentuk apapun itu. Tim MaCaN pun mempersembahkan
“Salam Omah” yang telah diaransemen ulang ala MaCaN.
“Om…omah, om, om, omah, Sehat”
“Om…omah, om, om, omah, Kuat”
“Om…omah, om, om, omah, Iyeeeeeh”
Diulang beberapa kali sampai
diberhentikan panitia. Selain itu, kami pun memberikan sebuah pin kecil berbentuk
angklung secara simbolis kepada salah satu omah sebagai perwakilan. Kami tidak
bisa memberikan sesuatu yang mahal harganya, tapi kami yakin omah-omah ini
merasakan kalau kami sedang berbagi cinta kasih dengan mereka.
Omah-omah yang ada di Rumah Perlindungan
ini berasal dari berbagai wilayah di Indonesia, ada yang asli Bogor, ada yang
dari Jember, ada yang dari Aceh bahkan dari Sulawesi. Banyak cerita yang
mengharukan dari omah-omah ini dan kami bisa memetik beberapa hikmah dari
cerita-cerita tersebut.
Kami masih sangat ingin bercengkrama
dengan omah-omah ini tetapi waktu menjadi batasan. Kami pun pamit dan sungkeman
kepada semua omah. MasyaAlloh, banyak do’a yang terucap dari omah-omah ini
untuk kami dan berkali-kali mengucapkan terima kasih atas kedatangan kami ke
sana. Kami yang seharusnya berterimakasih omah. Terima kasih karena telah
memberikan kami kesempatan untuk berbagi cinta kasih dengan omah.
Ok, waktunya berangkat ke poin
selanjutnya. Kami diberikan clue kemana kami harus pergi selanjutnya.
Kami Tunggu Anda Di Depan Piramida Milik
Kampus Pertanian Terbesar Di Indonesia
Kami langsung tahu kalau kami harus
menuju Institut Pertanian Bgor (IPB), tapi kampus IPB yang mana? Ada tiga
kampus, Darmaga, Baranangsiang, atau kampus D3? Piramida yang dimaksud itu
apa? Gw baru inget, gw pernah ke IPB untuk lomba Statistika di gedung Andi
Hakim Nasution, bentuk gedungnya seperti piramida. Gw yakin lokasi yang
dimaksud adalah lapangan di depan gedung Andi Hakim Nasution IPB Darmaga. Kami
lagi-lagi berangkat paling bontot. Ternyata keterlambatan kami di awal
mengakibatkan kerugian bagi kami dalam urutan berangkat di race-race berikutnya.
Tetap enjoy aja.
Kami pun menuju jalan raya. Kami
berencana untuk mencari tumpangan, di pinggir jalan kami membentangkan kertas
bertuliskan “TOLONG!” yang sudah kami buat di waktu pagi tadi. Lima menit berlalu
belum ada satu pun mobil yang berhenti mau menolong kami, kecuali mobil angkot
yang memang menawarkan jasanya. Selagi kami berteriak-teriak meminta tolong,
tiba-tiba datang sesosok pemuda menghampiri kami.
“Mau kemana mas?” tanya pemuda itu.
“Mau ke IPB Darmaga mas”, jawab Choki.
“Kenapa ga naik angkot mas?” tanya
pemuda itu lagi.
“Ini kami lagi cari tumpangan mas supaya
dapat gratis karena kami minim anggaran”, jawab Choki lagi.
“Oh ini mas ada sedikit dari ibu saya”,
kata pemuda itu sambil menyodorkan tangan kepada Choki.
“Oh ga usah mas, ga usah”, kata Choki
sambil menyambar tangan pemuda itu dan mengambil apa yang mau dikasi oleh
pemuda itu. Chok, chok bener-bener deh.
“Terima kasih mas, terima kasih”, lanjut
Choki.
Pas kita lihat apa yang diberi, percaya
ga percaya sob, kami diberi uang, mau tahu berapa? 50 ribuuuuu….!!!
Alhamdulillah JUM’AT BERKAH, ada
pemasukan buat kami. Sebenarnya kami ga enak menerima pemberian uang itu tapi
mau bagaimana lagi kami butuh, kalau ga diambil sayang.
“Sama-sama, itu dari ibu saya mas, yang
lagi beli ayam goreng”, jawab pemuda itu. Kami serempak mengucapkan terima
kasih kembali. Belum sempat menanyakan nama, mereka sudah pergi naik motor.
Alhamdulillah ya Alloh, ternyata masih banyak orang-orang baik di muka bumi ini,
satu hari ini kami sudah ditolong oleh banyak orang.
Tapi tetap aja, emang mental gratisan,
meskipun sudah dapat uang 50 ribu, kami tetap berusaha mencari tumpangan sampai
dibantu preman setempat. Ga dapat-dapat juga, akhirnya kami memutuskan naik
angkot saja kalau begitu, hehe.
|
Gw kurang ingat waktu itu pukul berapa.
Akhirnya kami naik angkot 15 tujuan Laladon, karena menuju IPB Darmaga kami
harus ke Laladon dulu lalu di Laladon naik angkot Kampus Dalam. Seperti biasa,
di angkot kami ‘ngerusuh’. Kami dapat kenalan lagi, dua orang. Yang satu
mas-mas yang ternyata alumni IPB seangkatan dengan Kang Ario dan sekarang
sedang mengambil kuliah S2 di ITB. Kami pun mendo’akan semoga akang “X” ini
(kami lupa namanya) dimudahkan tesisnya. Yang kedua adalah Ibu Meli
(085691418494) yang ternyata adalah pegawai IPB di bagian kepegawaian. Kami
cerita kalau kami sedang ikut lomba Traventurace keliling Jawa selama
enam hari dan hanya boeh menggunakan uang 100 ribu per orang, tentunya dengan
penuh ‘kesedihan’ ceritanya. Mungkin ibunya iba melihat muka si Choki sehingga
kami diongkosin angkotnya. Alhamdulillah, lagi-lagi JUM’AT BERKAH.
Udah dulu sob, kami mau berangkat lagi
nih. Nanti disambung lagi ya, masih banyak pengalaman seru akan gw share ke
kalian. Stay tune aja ya.
Kantor Navigatour
20 Desember 2013
Sekitar Pukul 23.00 WIB
Hallo bro, sekarang terjawab sudah rasa penasaran gw, dimana kami menginap. Ternyata penginapan kami disediakan oleh SPONSOR TERBESAR acara FIM Traventurace ini (eh bukan, sponsor terbesar tim kami maksudnya, kenapa? nnti gw certain ya), yaitu NAVIGATOUR, give applause for Navigatour. Rasakan ngetrip seru dengan konsep enTOURtrainment bareng Navigatour Travel Services. Haha ko jadi promosi, tapi hatur nuhun Kang Fahmeee, kami ga tau gimana nasib kami tanpa Kang Fahmeee, semoga Kang Fahmeee panjang umur, dimudahkan rezekinya, Navigatournya berkah. Aamiin. Bisa dong kami ke Malaysia dan Singapura, haha (peres). Alhamdulillah Choki bisa bobo.
Eh, gw lanjutkan lagi cerita yang tadi
dulu ya, yang diangkot. Nah, kami turun di Laladon dan langsung naik angkot
kampus dalam. Eeeeh ternyata angkotnya ga lewat gerbang depan (FYI Gedung Andi
Hakim Nasution berada di kampus bagian depan), angkotnya lewat belakang kampus.
Aduh, kami ga tau jalan bagaimana nih, nyasar lagi, nyasar lagi. Alhamdulillah,
untung ada Mas Agustinus Hadi Prasetyo, mahasiswa IPB tingkat II, no HP-nya
085714141060, twitternya @potterprasetyo, FB: Agustinus Potter, wah penggemar
Band The Potter nih kayanya kalau kata si Choki, hehe. Bukan Chok, dia
penggemar Harry Potter, dasar choko-choki, mikirnya semena-mena. Kami diantar
sampai depan Gedung Andi Hakim Nasution yang menjadi check point terakhir hari
ini. Yeaaaaaaah. Kami tiba urutan ketiga loh, berhasil nyalip tiga tim, uh
yeah. Nah, dari Gedung AHN ini kami dibawa ke suatu tempat, yaitu Pondok Bambu
untuk makan malam, setelah itu dibawa ke kantor Navigatour untuk istirahat.
Menyenangkan sekali hari ini.
Sekarang gw mau cerita kenapa Navigatour
menjadi SPONSOR TERBESAR tim kami. Ternyata waktu di Pondok Bambu, si Marcel
menghilangkan Name Tag yang menjadi identitas masing-masing tim. Marcel,
marcel, ada-ada saja kamu nak. Rencananya kami mau print ulang itu name tag.
Marcel minta soft file-nya ke Mba Jetc, tapi ga dikasih. Akhirnya, ya sudah
kita buat aja cel, pikir gw. Kami butuh kertas dan tali, nah di NAVIGATOUR
tersedia semuanya, hehe. Dengan meminta ijin terlebih dahulu kepada Kang
Fahmeee, kami pun bisa memakai kertas, tali rapia, dan spidol untuk membuat
name tag baru semirip mungkin dengan name tag asli yang hilang. Yah, lumayan
miriplah hasilnya. Nah itu sebabnya kenapa NAVIGATOUR bisa menjadi sponsor
terbesar kami, hehe.
Sekarang gw mau istirahat dulu ya, Choki
sama Marcel juga sudah tertidur pulas nampaknya. Hari esok pasti lebih
menantang lagi. Terima kasih kepada FIM Hore sebagai panitia FIM Traventurace
regional Bogor untuk hari pertama ini. Judul hari ini adalah JUM’AT BERKAH.
“Lebih baik terlambat, yang penting
berkat”.
21 Desember 2013
07.00 WIB
Bismillahirrohmanirrohim
Alhamdulillah, Tim MaCaN bisa mengikuti Traventurace hari kedua dengan penuh semangat dan masih dalam keadaan sehat. Hari kedua diawali dari tempat kami menginap, yaitu ‘Hotel’ Navigatour. Setelah sarapan, sekitar pukul 08.00 WIB, kami dikumpulkan oleh Kang Ario di halaman Navigatour. Kang Ario menginformasikan kalau kami akan dibawa menuju suatu tempat dan kemungkinan perjalanannya jauh, jadi silakan kalau mau ke toilet dulu ya ke toilet dulu.
Gw, Marcel, dan Choki sudah
menebak-nebak mau kemanakah kita, wah kayaknya kami mau ke kota pempek nih,
Bandung. Masih kabur waktu itu tebakan kami. Kami diharuskan ditutup matanya
untuk menempuh perjalanan ini. Dari mulai masuk kendaraannya kami sudah ditutup
matanya. Wah ini FIM Traventurace atau FIM Trafficking? sampai-sampai
ditutup mata segala, hehe. Di mobil, gw duduk paling belakang kayanya, di
tengah-tengah antara Bintang dan Yudi. Choki di depan bagian kiri gw. Marcel
terpisah dari kami berdua, dia di mobil yang satunya sepertinya. Sebelah kanan
Choki ada Teh Putri, sebelah kirinya si muka datar (kaca). Berdasarkan
penerawangan Choki, kami naik travel ‘Geulis’, berarti benar kami ke Bandung
nih. Kita lihat saja nanti, nikmati aja dulu perjalanannya dengan mata
tertutup. Integritas kami diuji di sini.
Gw dan Choki tertidur pulas di
perjalanan. Alhamdulillah. Kami terbangun sekitar pukul berapa ya, ga ada yang
tahu karena ga ada yang bisa lihat jam, mobil masih berjalan, tapi sepertinya
macet, berarti kami sudah keluar tol dan sampai di Bandung (eh benar Bandung bukan
ya). Mobil akhirnya berhenti dan kami diminta keluar dari mobil satu persatu
dengan mata masih tertutup. Bandung bukan ya?
Terdengar suara si jul disamar-samarkan,
tapi gw dan Choki kenal betul kalau itu si jul. Semakin yakin kalau kami di
Bandung tapi Bandung sebelah mananya? Kami digiring menuju suatu tempat.
Suasana sekitar ramai sekali sepertinya.
“Hati-hati ada lubang”, teriak seorang
Ibu.
“Terima kasih Bu, Bu kita lagi dimana
ya?”, tanya gw.
“Tegal lega”, teriak Ibu itu.
Yes, kami di Bandung. Tegal lega brooo.
Tapi kami pura-pura ga tahu, hehe. Kami dibariskan dan akhirnya disuruh buka
penutup matanya. Ternyata benar, sekarang kami berdiri di depan Monumen Bandung
Lautan Api. Kalian tahu bagaimana rasanya ditutup matanya selama tiga jam lebih?
Pas buka mata rasanya mata ini penuh dengan belek, susah banget lihat sekitar.
Pupil mata harus kembali menyesuaikan dengan cahaya yang masuk ke mata.
Kami disambut oleh panitia FIM
Traventurace regional Bandung dari FIM KECE.SELAMAT DATANG DI BANDUUUUUNG.
Tidak perlu basa-basi lagi, kami langsung diberi clue untuk menuju
lokasi chalange, dimana clue-nya:
Temukan Aku, aku sebuah lokasi. Temukan
Aku, aku sesuatu yang sering dilupakan orang-orang jaman sekarang. Temukan Aku,
karena aku menyimpan ‘harta karun’ dari tanah yang sedang kau injak. Temukan
Aku, jika kau ingin mengmbil ‘harta karun’ tanah ini. Temukan Aku jika kau
ingin membantu orang lain mengetahui ‘harta karun’ tanah ini. Jangan Temukan
Aku, jika kau tidak cukup berani, pulanglah ke tanah kalian! Temukan Aku.
Panjang amat clue-nya ya. Hasil
analisis kami menyebutkan bahwa lokasi yang dimaksud adalah sebuah museum.
Tanpa berpikir panjang kami bertiga langsung punya jawaban yang sama, MUSEUM
SRI BADUGA. Lokasinya sangat dekat, depan Tegal lega. Kami langsung mencari
gerbang keluar yang dibuka. Alhamdulillah langsung depan Museum Sri Baduga,
geser sedikit.
Kami sampai di depan museum tapi ga
terlihat ada panitia di sana. Wah, jangan-jangan kami salah lokasi nih. Kami
mengecek sekeliling museum dan bertanya ke Pak Satpam. Ga ada juga. Ternyata
panitia sembunyi di dalam dan akhirnya menampakkan dirinya. Ada kang ihsan dan
hisan di sana. Kami tim pertama yang tiba di museum. Horreeee.
Kami langsung diberi tugas untuk
mencatat sebanyak-banyaknya nama benda yang ada di museum dan diberi waktu
selama sepuluh menit. Yuk, kami langsung bagi tugas mencatat. Sepuluh menit
berlalu dan kami menghadap lagi Kang Ihsan. Kami diminta untuk memperagakan
aktivitas Pandemas dan harus mirip dengan yang ada di dalam museum.
Alhamdulillah Choki ingat. Kemudian kami diminta untuk menuliskan uang Belanda
yang bernilai 25. Kami diberi waktu lagi selama tiga menit untuk masuk ke dalam
museum. Kami kira ditulis di kertas milik kami, ternyata ditulis di kertas
panitia. Alhamdulillah Marcel ingat. MaCaN saling melengkapi. Kami langsung
mendapatkan clue kedua dan tiga bungkus nasi padang untuk makan
siang. Clue-nya yaitu:
Aku merupakan sebuah tempat yang
merupakan perpaduan dua budaya yang cukup bertolak belakang sebenarnya, satu budaya
berasal dari tengah dunia dan satu lagi berasal dari timur yang berada di tanah
paling luas di dunia, itu lah aku. Namun, aku pasti selalu dikunjungi minimal
satu kali oleh orang-orang sekitar pada hari terakhir weekday dan aku
saudaranya Lautze! Carilah aku.
Oke, untuk clue yang satu ini
kesotoyan tim MaCaN terlihat jelas. Tanpa mencermati clue dengan baik, kami
langsung menuju suatu tempat di pusat Kota Bandung yaitu Museum Asia Afrika.
Analisis kami:
Asia >< Afrika
: Budayanya bertolak belakang
Asia
: Timur dunia dan merupakan tanah paling luas di dunia
Afrika
: Tengah dunia
Kami menggunakan angkot Tegal
lega-Kalapa. Dari Kalapa kami naik angkot Kalapa-Sukajadi, turun di dekat
Menara BRI dan langsung berlari ke Museum KAA. Ternyata lokasi yang dimaksud
BUKAN di situ. Ga ada siapa-siapa di sana. Kami mengelilingi Museum KAA, ga ada
siapa-siapa. Sampai ditegur Satpam karena si Choki nyelonong masuk museum,
padahal museumnya belum buka, hehe. Kami analisis lagi clue-nya. Kami
melihat waktu menunjukkan sekitar pukul 12.00 WIB. Sepertinya ini berhubungan
dengan masjid karena sudah masuk waktu zuhur. Masjid yang mempunyai arsitektur
China.
Analisis kami:
Timur tengah >< China
: Budayanya bertolak belakang
Timur
Tengah
: Tengah Dunia
China
: Timur dunia dan merupakantanah paling luas di dunia
Masjid
: Minimal satu kali dikunjungi oleh orang-orang sekitar pada hari
terakhir weekday (Jum’at)
Masjid Lautze 2 berarti, karena clue mengatakan
bahwa ‘aku saudaranya Lautze’. Yang kami tahu Masjid Lautze berada di Jakarta.
Kami langsung menuju Masjid Lautze 2 yang letaknya sekitar satu kilometer dari
Museum KAA. Kami berjalan kaki ke sana. Ternyata ga ada orang juga. Ketika kami
sedang kebingungan, Kang Fahmeee tiba-tiba menelpon dan bilang kalau itu bukan
lokasi yang dimaksud, mati kita.
|
Akhirnya kami tanya ke Bapak Marbot
Masjid Lautze 2 apakah ada masjid yang arsitekturnya sama dengan Masjid Lautze
2. Katanya ada di dekat Matahari, Masjid Imtijaz namanya. Kami pun menelpon
Kang Fahmeee untuk konfirmasi dan beliau bilang bukan, hampir benar katanya.
Heeem. Meskipun begitu, kami langsung menuju Masjid Imtijaz. Jaraknya sekitar
dua kilometer dari Masjid Lautze 2. Kami berjalan dan berlari. Ternyata BENAR
kalau masjid yang dimaksud adalah Masjid Imtijaz, di sana sudah ada Teh Ufi,
menyusul ada Teh Sifat dan Kang Yuli. Kami menjadi tim pertama lagi yang tiba
di lokasi kedua.
Di Masjid Imtijaz kami diberi waktu
sampai pukul 13.40 WIB untuk sholat, makan dan istirahat sambil menunggu tim
lain datang. Setelah itu, kami dikumpulkan oleh Teh Sifat untuk mendapatkan clue selanjutnya.
Kami menjadi tim pertama yang mendapatkan clue. Kami harus mendapatkan
lima clue baru dapat menerima challenge selanjutnya.
Setiap tim mendapatkan clue yang
berbeda-beda. Tim Avatar, Huba-huba, dan Beruang tidak sempat makan, istirahat,
dan sholat karena mereka baru datang dan memilih melanjutkan race. Clue pertama
yang kami dapat:
Aku merupakan satu dari dua bangunan
kokoh tertua di Bandung. Bentukku yang besar mampu menampung banyak orang, aku
dimiliki para pemilik perkebunan loh, dan aku terletak di Jalan Tamblong,
Siapakah Aku?
Sumpahnya, ini clue paling
membingungkan dan ambigu. Kami menganalisisnya dan analisis kami sebagai orang
Bandung sebagai berikut:
Dua bangunan kokoh tertua di Bandung
adalah Savoy Homan dan Grand Preanger. Yang berada di Jalan Tamblong adalah
Grand Preanger, berarti bangunan yang dimaksud adalah Grand Preanger. Kami
semakin yakin karena Grand Preanger adalah hotel yang pasti mampu menampung
banyak orang. Tapi apa Grand Preanger dimiliki oleh para pemilik perkebunan?
Tanpa pikir panjang kami langsung saja berlari ke arah Jalan Tamblong. Di depan
Grand Preanger ga nampak satu pun panitia. Kami sampai masuk ke halaman dan
parkiran hotel, ga ada juga.
Kami berpikir keras, gw ingat kata-kata
Teh Sifat dia bilang bisa saja di tengah-tengah atau pinggrian-pinggiran.
Ternyata itu letak clue selanjutnya. Gw, Marcel, dan Choki menyebar
menyusuri Grand Preanger bagian luar. Akhirnya gw mendapatkan clue selanjutnya
di sela-sela tanaman. Belakangan kami tahu bahwa Grand Preanger memang dimiliki
oleh para pemilik perkebunan. Alhamdulillah kami sudah mendapatkan clue selanjutnya,
yaitu:
Aku adalah penyebar informasi merdekanya
Negara pertama kali, aku terletak di jalan yang penuh dengan kesakasian
peradaban presiden pertama kali, aku berada di dekat penyimpanan uang Negara
Indonesia. Aku adalah….
Oke, oke, dengan kesotoyan kami, inilah
analisis pertama Tim MaCaN untuk clue ini:
Penyebar informasi merdekanya negeri
pertama kali: Pikiran Rakyat
Jalan yang penuh dengan kesaksian
peradaban presiden pertama kali: Jalan Asia Afrika
Dekat tempat penyimpanan uang Negara:
BNI
Nah, kebetulan sekali di Jalan Asia
Afrika ada Kantor Pikiran Rakyat, tapi tidak tampak adanya BNI, yang ada adalah
ATM CIMB Niaga di depan kantornya. Kami pikir mungkin tempat penyimpanan uang
Negara itu adalah ATM. Dengan begonya, selama sepuluh menit kami bertiga
‘ngubek-ngubek’ halaman Pikiran Rakyat sampai tempat sampahnya, masuk ATM juga
‘NGUBEK-NGUBEK’ TEMPAT SAMPAHNYA. Gak ada broo.
Di tengah kebuntuan ini, Alhamdulillah
Tim MaCaN punya orang sebrilian Marcel, dia langsung teriak ANTARA. Dia berlari
secepat kilat dan langsung hilang ditelan bumi. Antara apa? Antara cinta dan dusta?
Antara madu dan racun? Kita baru ngeuh setelah Marcel kembali lagi
dan memberi tahu bahwa maksudnya adalah kantor ANTARA. Ternyata seharusnya
analisis yang benar adalah:
Penyebar informasi merdekanya negeri
pertama kali: ANTARA
Jalan yang penuh dengan kesaksian
peradaban presiden pertama kali: Jalan Asia Afrika
Dekat tempat penyimpanan uang Negara:
BNI
Alhamdulillah Marcel mendapatkan clue yang
ketiga. Pintar kamu nak. Nah, clue yang ini agak berbeda dengan clue-clue sebelumnya.
Kami diminta memecahkan teka-teki
CFD Dago
22 Desember 2013
09.15 WIB
Assalamu’alaykum Wr. Wb
Hallo mas bro dan mba sis semuanya, gw,
Choki, dan Marcel masih di Bandung nih di hari ketiga Traventurace,
berarti ini hari kedua di Bandung. Gw menulis ‘diary’ ini di sela-sela
istirahat di CFD Dago, di pos yang menyusun kata Traventurace.
Ok, gw mau cerita dari shubuh tadi ya.
Tadi shubuh kami (tim gw, Avatar, Kuaci, Huba-huba, dan Archipelago) berangkat
dari rumah Teh Dessy sekitar pukul 04.50 WIB dengan menggunakan angkot yang
semalam kami carter. Alhamdulillah sampai di Taman Pramuka pukul 05.15 WIB dan
ternyata tim Beruang belum datang. Kami akhirnya menunggu Tim Beruang terlebih
dahulu untuk mendapatkan clue pertama untuk misi pertama hari ini.
Alhamdulillah Tim Beruang akhirnya tiba di lokasi. Karena kemarin kami tiba
urutan ketiga di check point, kami pun mendapatkan clue setelah
Archipelago dan Huba-huba. Sebelumnya kami adu yel-yel terlebih dahulu. Kelakuannya
Choki lagi-lagi ga ada habisnya, terlalu centil beryel-yel, dia terpeleset,
kalau mau lihat videonya ada di Kang Ario, hahaha.
Kami berhasil memecahkan clue pertama
dan menjadi tim pertama yang berangkat ke lokasi, tentunya dengan analisis yang
ngaco. Clue yang kami dapat adalah…..
Hasil analisis kami adalah kami harus
menuju tempat yang ada menjual kacang, cokelat, air di hari ini tanggal 22/13 (clue-nya
salah sepertinya, di clue 22/12). Kami menebak itu adalah Car Free Day Dago,
ternyata salah. Jangan menyerah sampai 21 kali salah menebak. “Tebakan” yang
kedua adalah Gasibu. Alhamdulillah benar dan kami langsung mencari kendaraan
untuk menuju ke sana. Niatnya sih menumpang tapi ga ada yang mau ditumpangin,
entah kenapa, mungkin karena kami bawa Choki. Kami memutuskan untuk naik angkot
Panghegar-Dipatiukur. Saking ga mau kelompok lainnya lihat, kami meminta
angkotnya belok kiri, yang tadinya jalurnya lurus melalui tempat kami berkumpul
tadi di Taman Pramuka. Sesampainya di gasibu kami mencari penjual kacang, kami
bagi tugas menyebar ketiga wilayah menyisir gasibu. Kami sudah mengelilingi
gasibu tapi sama sekali ga menemukan apa yang dicari karena kami pun ga tau
sebenarnya kami mencari apa. HP Marcel pun berbunyi, Kang Fahmeee menelpon
katanya cari panitia yang mengibarkan bendera biru. Alhamdulillah kami
menemukan Kang R dan Kang Edo di gasibu, tapi keduluan sama Tim Kuaci. Bendera
biru yang dimaksud pun baru dibuat ternyata pemirsa.
Di pos chalange Gasibu, kami
ditantang untuk sarapan tanpa mengeluarkan uang sepeser pun. Barang
elekteronik, dompet, dan uang kami disita oleh Teh Sifat. Tenang, kami kan
MaCaN, kami kan gokil, hehe. Choki punya ide bagaimana kalau kita ngamen,
ngamennya ke Satpol PP lagi. Gila lo Chok, mau kena razia kita. Tapi kami pun
ga mempunyai pilihan lain. Kami ngamen pakai yel-yel tim MaCaN.
can…macan, can, can, macan…meong
can…macan, can, can, macan…meong
Yel-yel kami pun dihargai 12 ribu oleh
Bapak Satpol PP ( lupa gw namanya). Terima kasih bapak. Kebetulan di dekat
tempat kami mengamen ada ibu jualan bubur. Kami pun jujur sama ibunya
(belakangan diketahui namanya Ibu Wati), kalau kami perlu makan tapi hanya
punya uang 12 ribu. Kami pun mendapat tiga mangkuk bubur seharga 13
ribu/mangkuk dengan harga hanya 4 ribu/mangkuk. Alhamdulillah Bu Wati memang
baik. Semoga buburnya semakin laku, cabangnya semakin banyak. Aamiin.
Kami menjadi tim pertama yang
menyelesaikan misi ini dan berhak mendapatkan clue menuju lokasi
selanjutnya. Tetapi sebelumnya berlangsung percakapan seperti ini.
“Kang R kami selanjutnya kemana nih?”,
tanya gw.
” Ada lah, nanti lihat aja clue-nya”,
jawab Kang R.
“Gini, kalau menurut ‘urang’ kita
selanjutnya ke monumen perjuangan, iyakan Kang R?”, tanya Choki.
Garis muka Kang R sedikit berubah.
Kelihatan sekali sepertinya tebakan Choki benar.
Kami pun diberikan clue-nya. Kami
harus ke “markas power rangers”. Naaah, benarkan tebakannya Choki. Monumen
perjuangan karena bentuknya mirip dengan markasnya Gordon, Alpha, dan Power
Rangers, oleh sebagian pemuda Bandung dinamakan “markas power rangers”. Kami
tidak mau membuang waktu, dengan langkah cepat kami langsung menuju ke sana.
Letaknya tidak terlalu jauh dari Lapangan Gasibu. Di monumen perjuangan sudah
menunggu Kang Yuli. Kami harus memutar lewat belakang untuk masuk ke monumen.
Di monumen kami dijelaskan sedikit tentang sejarah monumen ini oleh Kang Yuli.
Poinnya adalah monumen ini dibangun sebagai penghormatan dan penghargaan untuk
para pejuang kemerdekaan dari Jawa Barat.
Monumen perjuangan bukan merupakan
lokasi chalange, hanya tempat istirahat aja, karena untuk menuju lokasi chalange selanjutnya
terdapat clue lagi. Clue selanjutnya dari Kang Yuli adalah
kami harus menuju tempat peresmian pertama kali Car Free Day Dago.
Sebagai warga Bandung, jelas kami bertiga tahu. Kami memutuskan naik angkot
Kalapa-Dago.
|
Sesampainya di sana, di tempat peresmian
pertama kali Car Free Day Dago yang ada tulisan D A G O, ga ada
panitia sama sekali. Di sana yang ada panggung dan kumpulan ibu-ibu yang sedang
joget senam. Gw dan Choki ikutan dulu senam sama ibu-ibu, sembari mencari
panitia. Eh, ternyata Kang Ihsan muncul dari Dago atas berjalan santai,
sepertinya baru datang. Kalah sama peserta nih panitianya.
|
Lagi-lagi ini bukan merupakan lokasi chalange-nya,
kami mendapatkan clue lagi. Tapi kami dipersilakan istirahat terlebih
dahulu. Ya kami manfaatkan saja unuk berinteraksi dengan para pengunjung CFD
Dago. Bertemu dan berfoto dengan Kang Aher. Ada salam dari Kang Aher untuk Pa’
E dan Bunda. Kang Aher pun kami minta untuk mengucapkan Selamat Hari Ibu untuk
Bunda. Benar-benar Gubernur yang low profile.
Clue yang kami dapat mengharuskan
kami menuju salah satu Bank Usaha, cari di sepanjang jalan Car Free Day Dago.
Panitia sepertinya sengaja supaya kami bisa menikmati CFD Dago Bandung. Gw,
Choki, dan Marcel barengan sama Tim Kuaci menuju lokasi yang dimaksud. Kami
memanfaatkan setiap momen perjalanan dengan berinteraksi dengan berbagai elemen
masyarakat di acara CFD ini. Mulai dari menandatangani spanduk Selamat Hari Ibu
dari Forum Komunikasi Anak Bandung dan mendapatkan snack gratis, kami
menolak padahal tapi dipaksa, ya sudah kami ambil aja snack-nya, hehe.
Ga ketinggalan Choki pun menggoda cewek-cewek Bandung, mojang-mojang Bandung, dari mulai bilang kalau kami sedang ikut lomba keliling indonesia (Jawa Chok, Jawa), sampai minta foto dan twitternya. Ampun dah chok, ga habis pikir gw sama Marcel sama kelakuan lo. Oia, SELAMAT HARI IBU BUAT IBU, MAMA, BUNDA, UMMI, EMAK-NYA NURMY, CHOKI, DAN MARCEL, JUGA BUAT SELURUH DUNIA YANG TELAH MENJADI LILIN PENERANG BAGI ANAK-ANAKNYA.
Ga ketinggalan Choki pun menggoda cewek-cewek Bandung, mojang-mojang Bandung, dari mulai bilang kalau kami sedang ikut lomba keliling indonesia (Jawa Chok, Jawa), sampai minta foto dan twitternya. Ampun dah chok, ga habis pikir gw sama Marcel sama kelakuan lo. Oia, SELAMAT HARI IBU BUAT IBU, MAMA, BUNDA, UMMI, EMAK-NYA NURMY, CHOKI, DAN MARCEL, JUGA BUAT SELURUH DUNIA YANG TELAH MENJADI LILIN PENERANG BAGI ANAK-ANAKNYA.
Yo, akhirnya kami sampai di lokasi yang
dimaksud. Di sini sudah menunggu Kang Hisan dan Teh Ina. Chalange pun
diberikan, setiap tim harus memilih dua orang yang ditutup matanya dan satu
orang sebagai petunjuk. Kami diharuskan mengumpulkan huruf dengan warna yang
sama sampai membentuk kata TRAVENTURACE. Tim MaCaN memilih warna pink
dengan gw sebagai petunjuk, Choki dan Marcel yang ditutup matanya.
Ternyata warna pink ga lengkap, ada
huruf yang ga ada yaitu V, E, N, dan C. Akhirnya diganti dengan warna yang lain
untuk huruf yang ga ada. Alhamdulillah chalange terlewati dengan lancar.
Hikmah dari chalange ini adalah dalam satu tim kami harus percaya satu
sama lain, melangkah seirama satu kata menggapai asa dan cita. Kami pun diberi
waktu istirahat lagi. Gw, Choki, dan Marcel memanfaatkan waktu istirahat untuk
kembali berinteraksi dengan komunitas-komunitas yang ada di CFD, berbagi cerita
dengan mereka. Kami pun memanfaatkan waktu untuk ke toilet, hehe. Gw juga
manfaatkan waktu untuk menulis ‘diary’ ini.
Dari lokasi chalange, kami pun
mendapatkan clue kembali untuk menuju lokasi selanjutnya.
Dimanakah Pak Ronald bekerja?
Oke, maksudnya adalah McDonald, kami
langsung ke sana bareng lima tim yang lainnya.
Dari McDonald kami dijemput angkot yang
sudah berisi tas-tas kami di dalamnya. Kami menuju Rumbel Riksa, tempat
chalange selanjutnya. Eh, ternyata tempat chalange-nya bukan di rumbel tapi di
Asrama Putra Sangkuriang ITB. Karena kami menjadi tim pertama yang tiba di
lokasi chalange sebelumnya, kami mendapatkan keuntungan berupa
kelebihan waktu selama dua menit untuk chalange selanjutnya.
Sebelum chalange, diadakan game terlebih dahulu. Nama gamenya perang tembak-tembakan kalau ga salah dan kami kalah terus karena si Marcel, hiyaaaaat, greget banget.
Sebelum chalange, diadakan game terlebih dahulu. Nama gamenya perang tembak-tembakan kalau ga salah dan kami kalah terus karena si Marcel, hiyaaaaat, greget banget.
Masing-masing tim mengirimkan satu
perwakilannya untuk masuk ke arena chalange terlebih dahulu. Katanya chalange ini
menguji selera masing-masing tim. Gw udah curiga dari awal, kayaknya ini master
chef - master chef-an. Mudah-mudahan ga deh, secara kami laki-laki
semuanya. Gw dan Marcel mempercayakannya kepada Choki sebagai perwakilan Tim
MaCaN. Tujuh menit berlalu dan dua anggota lainnya dari masing-masing tim
dipersilakan memasuki arena chalange.
Ok, kaki gw lemes seketika, ternyata
benar dugaan gw, kami harus memasak. “LOMBA MASAK”. Tidaaaaak. Tapi Tim
MaCaN bukan tim yang gampang menyerah. Kami yakin pasti bisa. Choki dengan ilmu
biologinya, Marcel dengan teknik sipilnya, dan gw dengan statistik, pasti bisa
mengolah bahan masakan yang diambil oleh Choki. Sebentar, sebentar,
ngomong-ngomong bahan masakan apa saja yang diambil Choki?
Astaghfirullohal’adziiim, CHOKIIIIIII. Kaki gw lemas lagi. Kalian tau ga apa yang diambil Choki? Ayam satu ekor, semua bakso dia ambil, tahu, tempe gede, sosin, ikan, semangka, seledri, bawang merah, bawang putih, cabai, bumbu-bumbu yang lain. Astaghfirulloh, cobaan apa ini.
Astaghfirullohal’adziiim, CHOKIIIIIII. Kaki gw lemas lagi. Kalian tau ga apa yang diambil Choki? Ayam satu ekor, semua bakso dia ambil, tahu, tempe gede, sosin, ikan, semangka, seledri, bawang merah, bawang putih, cabai, bumbu-bumbu yang lain. Astaghfirulloh, cobaan apa ini.
Tim lain bilang kalau MaCaN curang,
baksonya diambil semua, curang apanyaaaaaa? Kalau boleh nih, nih ambil semua
baksonya, ambil semua bahan masakan kami kalau mau, biar kami ga masak. Rasanya
pengen ambil pisau dan mutilasi si Choki. Mau diolah kaya gimana ini?
Sok-sokan masak
Ya, ya, ya, kami berjuang sekuat tenaga
untuk menghasilkan makanan yang layak makan. Perjuangan kami tanpa arti jika
tidak dibantu Lala,seorang adik rumbel yang telah membantu kami memasak. Kami
harus mempunyai ilmu manajemen supaya lala mau membantu kami memasak. Aa
do’akan semoga lala jadi anak sholehah, tercapai semua cita-citanya. Aaamiiin.
Akhirnya kami berhasil membuat empat
masakan yang insya Alloh telah bersertifikat halal dari MUI meskipun
kehigienisannya kami tidak bisa menjamin. Ini nama masakan-masakan kami:
Ayam goreng goyang tubuh, Tempe tinggal celup, Sayur Sosateb, Semangka Dadu Cinta (The Love of
Watermelon Dice) Bandingkan dengan masakan tim lain.
Alhamdulillah chalange pun
selesai, pasti bertanya-tanya kan ikan dan seledrinya kemana? Begini, kata
panitia kalau ada masakan yang ga dimasak itu harus dimakan mentah-mentah oleh
peserta, jadi gw mengambil start duluan, gw makan seledrinya, sebagian bakso,
dan tahu mentah, supaya kalau nanti ada ayam atau cabai yang ga dimasak, biar
Choki dan Marcel yang makan mentah-mentah. Untuk ikan, Marcel sotoy banget jadi
orang, dia ngerebus daging ayam dan ikang barengan, pas diangkat, mungkin
karena terlalu lama daging ikannya luntur, yang tersisa hanya kepala dan
tulangnya. Clear?ok clear, gw juga ga tau kami ini masak atau ngerendem pakaian
sampai bisa luntur gitu.
Gw dan Choki sholat dulu. Pas balik
lagi, semua masakan kami sudah lenyap ditelan bumi. Sudah habis ga tersisa bro.
Dihujat tapi tetap aja dihabiskan. Kami akui masakan kami tidak higienis tetapi
dengan kejadian ini, harus diakui memang masakan kami uuuuueeenaaaak. Setelah
sesi penilaian dan makan, kami ada sharing dengan Tante Agustin selaku Ketua
Rumbel Riksa itu sendiri.
Waktunya pengumuman siapa yang menjadi
juara FIM Master Chef. Juaranya adalah Tim Kuaci, kedua Tim Beruang, Tim MaCaN?
Jelas tim terakhir. Yap, nilai masakan kami paling kecil dari enam tim yang
ada. Kami tidak peduli itu, yang pentimg kami bahagia dan bisa berbagi
kebahagiaan itu dengan adik-adik Rumbel Riksa. Pembelajaran yang didapat adalah
Laki juga harus bisa masak bro.
Sekitar pukul 16.00 WIB kami dibawa ke
Surapati Core oleh panitia dengan menggunakan angkot. Di Surapati Core kami
kembali mendapatkan clue untuk mencapai check point terakhir. Jawaban
dari clue itu adalah kami harus ke Terminal Cicaheum. Karena di chalange sebelumnya
kami urutan keenam, kami pun mendapatkan clue paling bontot. Niatnya
nyari tumpangan, tapi lagi-lagi ga ada yang mau berhenti, kenapa sih, jauh-jauh
coba Chok. Akhirnya naik angkot menuju Terminal Cicaheum. Alhamdulillah kami
berhasil menyalip tiga tim dan tiba di check point di urutan ketiga. Yeeee,
prok, prok, prok. Lalu, pertanyaannya adalah ngapain kami di Terminal Cicaheum?
Rasa penasaran gw terjawab ketika gw mendapatkan tiga lembar tiket dari panitia
yang harus ditukarkan dengan tiga kaos bersih. Yo, pas gw buka tiketnya, itu
merupakan tiket bis Budiman jurusan Yogyakarta.
Uh yeeeaa kami ke Jogja mameeen. Sedih
campur bahagia. Sedih karena kami harus meninggalkan Bandung dan berpisah
dengan teman-teman FIM KECE. Bahagia karena kami akan ke jogja dan bertemu
dengan teman-teman FIM GJ. Terima kasih FIM Traventurace. Terima kasih
teman-teman panitia regional Bandung dengan Historical Race-nya. Banyak
pelajaran yang kami dapat di Bandung. Terima kasih Bandung. WE LOVE BANDUNG.
24 Desember 2013
16.00 WIB
Bismillahirrohmanirrohim
Alhamdulillahirrobil’alamin, sekarang gw
lagi di Kereta Api Progo menuju Jakarta bareng Marcel, Choki, dan juga
teman-teman tim yang lain. Kami berbeda gerbong dengan lima tim yang lain.
Sambil menikmati indahnya karunia Alloh di sepanjang jalan, gw mau cerita lagi
nih pengalaman seru kami bertiga, tim MaCaN dalam FIM Traventurace edisi
Yogyakarta. Mulai dari hari pertama di Yogyakarta ya tanggal 23 Desember 2013
kemarin.
Bus Budiman yang kami naikin sekitar
pukul 06.30 WIB sampai di Terminal Giwangan Yogyakarta. Sesampainya di
Giwangan, Choki kebakaran jenggot karena tasnya basah dan semua barang di
dalamnya pun basah. Ternyata hampir semua tas peserta basah semua. Menurut
informasi, semalam kami melewati daerah yang terkena banjir sehingga air masuk
ke bagasi. Tetapi hal ini ga menjadi masalah besar bagi tim gw maupun tim
yang lain.
Sebelumnya kami mengira akan disambut
secara langsung oleh teman-teman FIM GJ, tetapi ternyata kami diberikan clue terlebih
dahulu untuk dapat bertemu dengan mereka. Clue disampaikan melalui
SMS ke Marcel.
Temukan kami di pintu keluar terminal.
Kami bertiga langsung berlari menuju
pintu keluar dengan informasi dari penjaga/petugas terminal. Di pintu keluar
belakang ga terlihat tanda-tanda teman-teman FIM GJ. Kami mengitari terminal
dan akhirnya sampai di pintu keluar bis di depan. Tim gw disusul oleh
Archipelago dan Huba-huba. Belum terlihat juga tanda-tanda panitia. Di saat
kami sibuk mencari di sekitar pintu keluar, ternyata tim Archipelago melihat
posisi panitia dari FIM GJ di seberang jalan. Akhirnya mereka mencapai lokasi
untuk clue pertama ini di urutan kesatu, huba-huba kedua, dan kami
ketiga. Di sana sudah menunggu mas azam, mas naul, mba rona, shendy, dan
panitia yang lain. Di sini kami disambut secara hangat dan juga diberi clue untuk
menuju lokasi berikutnya.
|
Kami diberi clue di atas,
Aksara Jawa. Ampun, kami sebagai orang sunda saja lupa dan ga tahu Aksara
Sunda, ini diberi clue dengan Aksara Jawa. Selain itu kami juga harus
sarapan makanan khas Jogja dan sebelum makan, makanannya harus ditwitpic
terlebih dahulu. Kami berhasil memecahkan clue ini dengan bantuan
bapak-bapak brimob. Kami diharuskan ke Taman Budaya Yogyakarta. Kami pamitan
kepada bapak brimob untuk menuju lokasi yang dimaksud clue. Sambil pamitan
Choki dengan begitu PD dan konyolnya malah meminta uang untuk ongkos menuju
Taman Budaya. Sebenarnya sudah menjadi skenario kami, tapi agak sedikit
melenceng karena kesemena-menaannya Choki. Alhamdulillah kami dapat rezeki
Rp10.000 dari bapak brimob.
|
Karena kami orang baru di Jogja, kami ga
tahu harus naik apa ke Taman Budaya Yogyakarta. Kami berusaha mencari
tumpangan. Gw terharu banget akhirnya kami dapat tumpangan untuk pertama
kalinya. Kami menumpang mobil colt-nya Pak Mudo walaupun ga sampai Taman Budaya
Yogyakarta karena beliau harus pulang ke rumahnya, tapi terima kasih banyak pak
atas tumpangannya. Kami pun turun dan berniat mencari tumpangan lagi. Sambil
mencari tumpangan kami juga mencari informasi ke warga sekitar kira-kira kalau
dari tempat kami sekarang menuju Taman Budaya bisa pakai kendaraan umum yang
mana. Tumpangan tak kunjung dapat, alhasil kami naik bis yang trayeknya
melintas di depan taman budaya.
Sesampainya di Taman Budaya Yogyakarta yang terletak di Jalan Sri Wedani, kami mencari angkringan terlebih dahulu untuk sarapan. Alhamdulillah dapat dan kami pun membeli nasi kucing tiga bungkus plus dapat gratisan peyek dua (sebenarnya bukan gratisan sih tapi si Choki yang minta). Bapak yang punya angkirangannya namanya Bapak Gundul. Langsung aja nasi kucingnya difoto dan ditwitpic sama Choki.
Kami pun langsung masuk ke taman budaya.
Eh, udah ada Tim Avatar aja di sana dan dinobatkan sebagai tim pertama yang
tiba di Taman budaya. Padahal mereka belum beli makan dan nge-twitpic. Akhirnya
kami berusaha menjelaskan sama Mas Dito sebagai penjaga pos ini dan menunjukkan
kertas clue yang diberikan bahwa peserta harus nge-twitpic dulu
makanan khas Jogja sebagai menu sarapannya pagi ini. Alhamdulillah keadilan
berhasil ditegakkan, kami yang dinobatkan menjadi tim pertama yang tiba di
lokasi. Di Taman Budaya Yogyakarta ini secara resmi pesertaFIM Traventurace diterima
oleh panitia regional Yogyakarta.
Ternyata chalange sebenarnya
baru diberikan di pos ini. Setiap tim akan menjadi juragan selama satu jam,
08.45-09.45 WIB. Tim MaCaN sendiri harus menemui Pak Warsito, juragan es teh di
Pasar Beringharjo.
Hujan pun turun mengguyur Kota
Yogyakarta. Sulit sekali menemukan Pak Warsito. Kami sudah naik turun tangga
pasar, ternyata lapak es teh Pak Warsito berada di sudut terluar pasar. Yes
kami menemukannya.
Gw kira Pak Warsito sudah tua, ternyata
masi muda. Beliau baru satu tahun menjadi juragan es teh di Beringharjo. Pak
Warsito mempunyai satu orang istri dan satu orang anak. Meskipun baru satu
tahun beliau sudah mempunyai banyak langganan. Jadi setiap harinya beliau tidak
menjajakan es tehnya lagi tetapi tinggal mengantar kepada
langganan-langanannya. Oia bukan hanya es teh yang beliau jual tetapi ada juga
teh anget, es dan jeruk anget, kopi, dll. Selama satu jam kami membantu Pak
Warsito menyiapkan pesanan pelanggannya dan mengantarnya kepada para
pelanggannya. Tepat pukul 09.45 WIB kami pun pamit kepada Pak Warsito karena
kami telah menyelesaikan misi kami. Pak Warsito memberikan amplop kepada kami.
Yes clue selanjutnya. Kami buka dan clue-nya adalah:
Tataplah merapi dan lawanlah arus
kendaraan sebelum pukul 10.00 WIB.
Berarti kami harus ke jalan raya bro.
Menurut posisi merapi dan informasi yang diperoleh kami harus menuju Jalan
Malioboro dan alhamdulillah dekat dengan tempat Pak Warsito tinggal keluar
sedikit.
Kami pun melawan arus kendaraan dalam
keadaan terguyur hujan. Kami pantang menyerah. Kami tiba di ujung Jalan
Malioboro pukul 09.55 WIB. Tidak ada tanda-tanda panitia di sana. Hujan pun
semakin deras, kami memutuskan untuk terus berjalan menuju Tugu Jogja karena
arus kendaraannya masih satu arah. Di Tugu Jogja pun tidak ada tanda-tanda
panitia. Marcel kemudian menelpon Mas Indra. Kata Mas Indra kami kejauhan, clue ada
di ujung Jalan Malioboro. Kami harus balik lagi. Jarak dari Malioboro ke Tugu
Jogja sekitar 1,5 km. Kami harus mencari tumpangan nih. Alhamdulillah kami
mendapatkan tumpangan mobil colt, ini tumpangan kedua yang kami dapatkan
selama Traventurace.
Di ujung Jalan Malioboro ternyata clue tertempel
di aksara Jawa. Perasaan kami tadi di sini ga ada deh. Wah jangan-jangan belum
ditempel tadi. Hem…hem. Langsung kami buka aja. Clue selanjutnya
dalam Bahasa Jawa, kami ga ngerti sama sekali dan minta tolong untuk diartikan
sama orang di sekitar sana. Intinya kami harus meminjam becak ke tukang becak.
Cari penumpang yang mau beli kue oleh-oleh khas Jogja dan uang hasil tarikan
becaknya diberikan ke tukang becak. Ucapkan terima kasih.
Susah banget meminjam becak. Mereka
rata-rata kurang percaya sepertinya. Harus mencari yang menganggur nih.
Alhamdulillah dapat. Gw bertugas menarik becak, Choki bertugas mencari
penumpang dan dokumentasi, Marcel sebagai jaminan menemani Bapak becaknya (enak
banget lo cel). Langit Kota Jogja masih menangis, jadi gw dan Choki menarik
becak sambil hujan-hujanan. Lima menit belum juga dapat penumpang bro.
Alhamdulillah Alloh selalu memudahkan jalan kami. Choki berhasil mendapatkan
penumpang, dua orang pemuda asal Klaten yang sedang berlibur ke Jogja. Dari
mimik mukanya sih sepertinya dipaksa si Choki nih. Kasihan. Tapi yang penting
dapat tumpangan. Uye. Tau ga tujuan mereka kemana? Ternyata jauh banget tujuan
mereka. Gw baru pertama kali menarik becak, banyak yang luka bro, nabrak
sana-sini, ga tahu remnya yang mana. Jadi kalau mau ngerem kayak ngerem sepeda
pixi aja. Ini tantangan yang paling tidak safety sebenarnya. Menarik
becak itu susah, untuk pemula tentunya terlalu banyak resiko. Tapi di sini kami
belajar kalau menjadi tukang becak itu penuh perjuangan, kami berjanji tidak
akan naik becak lagi, kasihan mamang becaknya. Yang jelas seperti yang
dikatakan tim Archipelago, mulai sekarang kami tidak akan menawar terlalu
berlebihan kalau naik becak. Kadang kita seenaknya saja menawar tanpa
memikirkan bagaimana susahnya menarik becak. Tanpa disengaja kita sudah
melakukan ketidakadilan terhadap orang lain.
|
Gw udah ga bisa membedakan mana keringat
mana air hujan. Tapi perjuangan ini membuahkan hasil kami dibayar 25 ribu bro
(ini ga yakin karena kasihan atau dipakasa harus bayar segitu, hehe).
Sesudah menarik becak, gw berencana langsung mengembalikan becaknya. Choki
ketinggalan jauh di belakang dan akhirnya naik becak buat mengejar gw. Eh pas
balik ternyata jalannya satu arah, gw harus muter, ampun dah, kaki udah mau
copot aja. Berusaha dan berjuang sampai titik darah penghabisan. Selesai sudah
tantangan yang satu ini, menarik becak ternyata susah gan. Kami tim ketiga yang
menyelesaikan tantangan ini.
Selanjutnya kami diminta untuk langsung
ke masjid DPRD Yogyakarta untuk sholat, istirahat, dan makan. Sambil istirahat,
kami bertiga berdiskusi sekaligus melakukan evaluasi terkait kekompakan tim
kami. Seperti biasa, pasti ada saja sesuatu yang ketinggalan dari si Marcel,
kali ini dia ketinggalan handphone di tempat dimana dia menemani Bapak becak
ketika gw dan Choki menarik becak. Alhamdulillah HPnya masih ada.
Sekitar pukul 13.00 WIB kami diberi clue selanjutnya:
Ada sesuatu yang hilang! Bawa satu kaos putih
polos berbahan katun tiap kelompok ke Pulau Cemeti. Pastikan kalian sudah di
sana sebelum jam dua.
Gw tahu Pulau Cemeti ada di komplek
Taman Sari. Kami mau mencari tumpangan, tapi susah nih di Malioboro (kali ini
bukan karena si Choki). Akhirmya kami jalan kaki, jalan cepat, dan sesekali
berlari. Mampir dulu ke Ramayana buat beli kaos putih polos. Mahal banget bro,
Rp30.000. Ya udah, udah dapat kaos kami langsung melanjutkan perjalanan.
Bertemu dengan tim Huba-huba, kami balapan sama mereka, hehe.
Gw dan Marcel ga nyadar kalau Choki
ketinggalan, ternyata dia jauh di belakang. Eh ditunggu-tunggu ternyata dia
dapat tumpangan motor dan malah duluan, tapi solidaritasnya tinggi jadi dia
turun di depan dan menunggu gw dan Marcel. Bangga kita sama lo cok.
Kami menjadi tim pertama yang
menyelesaikan misi dan dipersilakan memilih clue selanjutnya.
Selamat datang di komplek taman sari.
Pulau Cemeti merupakan salah satu bagian dari sejarah tamansari. Susuri jalan
ke arah selatan melewati terowongan java heat, masuk taman sari, cari dan susun
Jogja yang hilang sesuai warna amplop.
Warna amplop tim gw itu merah/orange.
Kami langsung menuju ke tamansari, luas banget ternyata. Kami bingung dengan clue ‘cari
dan susun Jogja yang hilang sesuai dengan warna amplop’. Kaki rasanya mau
copot. Tetap semangat. Kami mengelilingi komplek taman sari. Hitung-hitung
wisata, hehe.
Pertama kali kami pikir kami harus
membatik di taman sari di kaos putih yang dibawa. Ternyata bukan. Kami harus
menyusun puzzle. Ini tantangan yang cukup menguras tenaga, emosi, dan waktu.
Salah satu tantangan tersusah bagi gw secara pribadi karena harus menyusun
puzzle yang tersebar di komplek istana air taman sari. Yang membuat kami emosi
adalah di clue tidak disebutkan secara spesifik kalau potongan puzzlenya
ada di istana air, disebutkan kalau kita harus mencari di komplek tamansari
yang begitu luasnya.
Tim Huba-huba menjadi tim pertama yang
berhasil mengumpulkan potongan puzzle dan menyusunnya. Di belakang puzzle
terdapat clue untuk menuju tempat berikutnya sehingga mereka bisa
langsung pergi menuju lokasi berikutnya.
Kelompok kami baru terkumpul lima
potongan, kurang satu potongan lagi. Akhirnya potongan terakhir detemukan oleh
Kang Doni. Nuhun kang. Kami pun menunggu Tim Kuaci, Beruang, dan Avatar untuk
menuju lokasi selanjutnya.
Pukul 15.00 WIB kami menuju lokasi selanjutnya,
yaitu langgar kidul KH. A. Dahlan. Pertamanya kami menuju Masjid Agung Kauman,
ternyata lokasinya bukan di sana. Kami tanya warga dan akhirnya berhasil tiba
di lokasi urutan ketiga.
Kami istirahat sebentar kemudian
mengikuti kegiatan selanjutnya yaitu sharing dengan keturunan keempat KH A.
Dahlan dari istri ketiganya yang dari Cianjur. Kami mendapatkan wawasan tentang
Sejarah Muhammadiyah, KH. A. Dahlan itu sendiri dan komplek KH. A. Dahlan.
Banyak sekali wawasan yang kami peroleh tentang salah satu tokoh pembaharu
Islam di tanah Jawa itu.
Selesai sharing kami menuju Masjid Agung Kauman untuk melaksanakan sholat maghrib dengan ditemani LO. LO kami dan Tim Beruang adalah Shendy. Setelah sholat, kami diajak jalan-jalan keliling sekaten dan makan di angkringan. Ternyata masih ada clue yang harus diselesaikan lagi. Kami harus ke Terminal dan diberi uang Rp10.000.
Alay banget yang buat clue
Dari Terminal Condong Catur, kami semua
disediakan bis dan dibawa ke tempat istirahat di rumah salah satu warga di Desa
Merapi.
|
Hari keempat FIM Traventurace ini
sungguh melelahkan dan meninggalkan banyak kesan bagi kami. Seharian
hujan-hujanan sepertinya membuat badan kami sangat menuntut haknya untuk segera
istirahat. Gw kasian sama Choki, karena bajunya basah semua ketika tiba di
Jogja, dia tidur dengan menggunakan jas hujan. Gw mau meminjamkan baju
sebenarnya, hanya postur tubuh gw ga sekekar postur tubuh dia. Yang sabar ya
Chok. Terima kasih untuk hari pertama Traventurace edisi Jogja. Jogja
punya cerita.
Stasiun Jatinegara
25 Desember 2013
01.00 WIB
Hari kelima FIM Traventurace atau
hari kedua di Jogja tidak kalah berkesannya dengan hari pertama. Suasana yang
begitu dingin di waktu shubuh menjadi sedikit lebih hangat ketika kami Sholat
Shubuh berjamaah dan berbagi kearifan atau tafakur alam di lereng merapi sambil
melihat sunrise, romantis banget buat kami bertiga. Masya Alloh, ciptaan
Alloh tiada kurang satu pun.
Matahari mulai meninggi, roda kehidupan
pun mulai berputar. Banyak warga yang sudah memulai aktivitasnya untuk
menambang pasir di tempat kami berbagi kearifan. Pasir tersebut merupakan
sisa-sisa erupsi merapi tahun 2010 silam. Hari ini kami ditugaskan melakukan
analisis sederhana terkait dampak erupsi merapi terhadap lingkungan serta
solusi yang dapat dilakukan. Kelompok kami mewawancarai beberapa penduduk
setempat, diantaranya Pak Amir dan Pak Burhanudin. Kami membuat mind map dari
hasil analisis sederhana kami, gabungan ilmu biologi Choki, sipilnya Marcel,
dan Statistikanya gw.
Sebenarnya Choki sedang dalam keadaan sakit, badannya
demam karena mungkin kemarin hujan-hujanan dan semalam hanya memakai jas hujan
aja buat bobo. Tapi salut buat Choki, dia tetap semangat dan tetap bisa membuat
kami ketawa.
Sekitar pukul 09.00 WIB kami berpamitan
kepada Bapak yang punya rumah. Kami akan menuju lokasi tantangan berikutnya.
Tau ga dimana? Di pos Kinahrejo, lereng Merapi. Uwooo.
Kami di sini ditugaskan untuk membuat
video dari hasil analisis kami tadi. Kami diberi waktu selama satu jam sekaligus
bisa melakukan lava tour. Gw, Marcel, dan Choki pun membuat sebuah lagu,
nadanya mengambil dari soundtrack Sinetron Kera Sakti, liriknya kami
gubah sesuai dengan hasil analisis kami, meskipun agak sedikit ngaco. Oia, gw
mau tebak-tebakan, haram haram apa yang enak? Jawabannya haram jadah, jadah
apa? JADAH TEMPE, hehe, ga nyambung ya? Biarin. Tapi JADAH TEMPE memang ada dan
itu makan siang kami yang disediakan oleh teman-teman FIM GJ, uenaaaak pollll
tapi kurang sambal kemarin.
Pukul 12.00 WIB kami kembali ke bawah,
ke pusat Jogja tepatnya ke Museum Batik Nasional dan Museum Sulaman Nasional.
Museum Batik Nasional ini didirikan tanggal 12 Mei 1976, sedangkan Museum
Sulaman Nasional didirikan tanggal 12 Mei 2000. Di sini kami diberi wawasan
terkait perbedaan batik tulis, cap, dan printing, juga ditantang untuk membatik
di kaos putih yang tadi disuruh bawa ke Pulau Cemeti. Tantangannya adalah membatik
nama kelompok dan identitas kelompok.
Selain itu, kami juga diminta menebak
lima kain, mana yang batik tulis, cap, dan printing. Dari sini, kami semakin
bertambah lagi wawasannya, terima kasih FIM Traventurace edisi Jogja. Kami
semakin cinta batik.
Mba Jetc: Yuk dipilih-dipilh batiknya
jeng, jangan sampai tertipu mana batik asli mana batik palsu, yuk dipilih
Pukul 15.00 WIB kami harus segera ke
Stasiun karena kereta yang membawa kami ke Jakarta akan berangkat pukul 15.30
WIB. Berat rasanya meninggalkan Jogja. Terima kasih FIM GJ atas semua nilai
yang terkandung dalam Traventurace edisi Jogjanya, kalian luar biasa. Semoga
kami punya kesempatan lagi ke Jogja.
Selama perjalanan di kereta, gw, Marcel,
dan Choki berusaha menyelesaikan kewajiban kami untuk menulis jurnal perjalanan
dan membuat video jurnal. Bukan sebagai tugas tetapi sebagai bentuk penghargaan
kami atas pengalaman yang begitu berharga dari perjalanan ini.
Melawan kantuk untuk menghasilkan karya
layak dibaca pun ditonton
Sampai tulisan ini dibuat, gw, Marcel,
dan Choki masih di stasiun Jatinegara.
disambut oleh Kak Mierza dan Kak Ratna
dengan memakai sarung yang diselendangkan. Bayangkan sob, pagi-pagi buta kami
semua teriak-teriak di stasiun melakukan beryel-yel ria sampai diliatin banyak
orang.Kami sampai stasiun Jatinegara sekitar
pukul 00.30 WIB. Langsung Kami semua dibawakan makan malam oleh
mereka. Alhamdulillah, terima kasih kakak2. Sayangnya kami dilarang keluar
stasiun sampai mereka datang kembali pukul 04.45 WIB untuk memberikan clue kemana
selanjutnya kami harus pergi. Nanti shubuh kami pun harus menggelar konser
dengan menyanyikan lagu khas betawi, masing-masing kelompok memilih satu lagu
yang akan ditampilkan. Kelompok gw memilih lagu ‘eh ujan gerimis aje’. Ok,
kayaknya seru nih.
Kami pun istirahat di stasiun dengan
menggelar sleeping bag. Gw melanjutkan nulis jurnal ini, Choki melanjutkan
videonya, dan Marcel….tidur dengan pulasnya. Kami tidak mendokumentasikan
suasana di stasiun saat itu karena disibukkan dengan tugas masing-masing.
Kak Mierza dkk pun datang pukul 04.45
WIB, di saat kelompok gw masih belum siap dengan lagu ‘e ujan gerimis aje’ nya.
Akhirnya Marcel goo*gling buat nyari lirik lagunya. Kayaknya urat malu gw,
Choki, dan Marcel udh putus (eh Choki dari dulu udah ga punya urat malu deng),
kami dengan PD nya beraksi menyanyikan lagu tersebut, ga peduli orang-orang
sekitar. Kami hampir aja diusir SATPAM, dilarang melakukan pertunjukkan karena
mengganggu orang lain, hehe. Tapi Kak Mierza dapat mengatasinya dengan mudah, the
show must go on.
Setelah itu, kami pun diberi clue dimana
kami harus menuju tempat biasanya teman-teman FIM mendapatkan Nasi Padang
gratis dan di sana sudah menunggu dua orang anak kecil sebelum Pukul 07.00 WIB.Tanpa berpikir
panjang gw, Choki, dan Marcel udah tau kalau tempat yang dimaksud adalah Taman
Wiladatika, tempat dimana Pelathian FIM selama ini berlangsung. Terima kasih
Bunda karena udah ngasih tahu kami lewat cover FB Bunda, hehe.
Banyak tim yang tertipu, mereka
menyangka kalau tempat yang dimaksud adalah Mabes FIM di Rawamangun, hehe.
Kami memutuskan naik taksi ke sana,
karena gw, Choki, dan Marcel masih ngerasa ngantuk. Di taksi kami bisa
istirahat meskipun sebentar. Sekali-kali merasakan hidup seperti orang kaya,
hehe. MaCaN memang ganas, pukul 06.05 WIB kami udah sampai di Taman Wiladatika.
Belum ada siapa-siapa, mba jetc, Bunda, Pa’ E, kang Fahmeee pun kami yakin
belum ke sini. Kami foto terlebih dahulu di depan patung dua anak kecil yang
dimaksud.
Berlari kea rah wisma pelatih, kami
melihat garis Finish, tapi tiba-tiba dihalang oleh Kak Afdil, belum boleh
katanya, ada chalange lagi di sini. Waaah, kami kira udah selesai.
Gw, Choki, dan Marcel pun memutuskan istirahat dulu di Masjid. Choki dan Marcel
belum mandi jadi mereka mau mandi dulu katanya. Kalau gw sih udah ganteng dari
stasiun juga. Menyusul datang Tim Kuaci, kemudian rombongan Tim Avatar,
Beruang, dan Huba-huba. Yang terakhir datang adalah Tim Archipelago. Kami pun
menunggu di masjid.
Sekitar Pukul 07.30 WIB kami dikumpulkan
oleh Kak Adib dan diberi clue yaitu harus mengumpulkan 7 pilar
karakter FIM yang tersebar di Taman Wiladatika dan harus berwarna sama. Kami
disuruh memilih kendaraan. Choki memilih mobil. Aduh chok, pakai mobil itu ga
leluasa ke sana kemarinya, tapi apa buat, pilihan ga bisa diubah. Yang tim gw
sayangkan adalah kenapa enam tim ini harus dibagi menjadi dua kolter, satu
kloter dengan tiga tim yang datang pertama ke Wiladatika dan satu kloter lagi
sisanya. Jadi untuk melakukan misi ini otomatis kloter kedua gimana pun berusahanya
ga akan bisa menyusul tim di kloter pertama karena harus menunggu kloter
pertama selesai. Alasan panitia adalah karena kendaraannya terbatas, kalau
begitu kenapa kami ga jalan kaki aja semuanya, lebih fair atau tiga
tim terakhir ini diperbolehkan melakukan misi berbarengan dengan tiga tim
lainnya tapi ga dapat fasilitas kendaraan. Belakangan diketahui karena
persoalan ini, Tim Archipelago dan Beruang ga dapat menyelesaikan misi sampai
tuntas karena keterbatasan waktu.
Tinggal satu nilai lagi yang belum ada
dan itu ada di tengah-tengah kolam. Gimana nih? Gara-gara ini kami kesusul oleh
Tim Kuaci. Tapi alhamdulillah ada bapak-bapak yang mau nolongin kami mengambil
satu sisanya. Yes lengkap. Kami pun mendapat clue selanjutnya yaitu cari tempat
di sekitar kolam renang yang dapat melihat pemandangan Jalan Tol dari sana.
Kami pun langsung tau lokasinya ada bagian samping luar kolam renang. Kami
langsung menuju ke sana dan lagi-lagi Marcel ketinggalan barangnya, kali ini
sandal dan dia pun lupa menyimpannya dimana. Jadi kelamaan nyari sandal deh.Gw, choki, dan marcel dengan mudah
mengumpulkan 7 karakter FIM ini dengan memilih warna ungu. Kami pun mendapatkan clue kedua
yaitu harus menuju kolam renang. Di kolam renang udah ada Kak Vanesa. Misi kali
ini berbentuk sandi morse, jadi harus dipecahkan dulu apa maksudnya. Ga perlu
waktu terlalu lama tim MaCaN emang cerdas. Misi kali ini adalah mengumpulkan 7
nilai kepemimpinan dengan warna yang sama dengan 7 pilar karakter FIM yang
tersebar di kolam renang. Mulai dari kolam ukuran setengah meter sampai dua
meter. WHAAAAAT? DUA METER? DIE MEEEN, DIEEE. Tenang, tenang, ada Choki dan
Marcel pikir gw. Gw langsung nyebur aja di kolam yang setengah meter, yang
penting nyebur, bukannya ga bisa berenang sih, cuma gw belum pakai sun
block. Semua yang ada di kolam setengah meter udah gw ambil dengan
mudahnya. Sekarang tinggal yang di kolam dua meter. Ayo Chok, Cel, katanya
kalian jago berenang. Ternyata eh ternyata Marcel ga bisa berenang juga,
buktinya di kelelep waktu nyebur di kolam dua meter, alesannya dia Cuma kuat 10
detik katanya, lebih dari itu ya kelelep. Choki dengan sok-sok an membantu, eh
malah ikut-ikutan kelelep, seguru seilmu kalian. Gw yang liat malah melongo
karena jujur memang gw ga bisa berenang juga. Akhirnya mereka diselamatkan oleh
pelampung. Jangan sok-sok an makanya ngina gw ga bisa renang, dasar bocah.
Pada chalange ketiga penjaganya adalah
si Jali, bayi besar, lebih besar dari si Choki. Ini adalah Chalange merayap, tapi
rupanya permainan curang diperlihatkan oleh Jali, katanya kalau ga menyentuh
tali rapia ga akan disiram air, eh ini ga nyentuh malah disiram air juga.
Selesai di tantangan ini, kami
diharuskan menuju jantungnya Wiladatika. Yaeah pasti ini tempat syutingnya
Indos*ar, di air mancur. Ternyata benar. Tantangan di sini kami diharuskan
menjodohkan chalange-chalange yang udah kami lewatin di Bogor, Bandung, dan
Yogyakarta denga 7 pilar karakter FIM dan 7 nilai kepemimpinan. Di sini agak
lama membutuhkan pemikiran yang matang, kami mengerahkan semua rasa, karsa, dan
cipta kami. Meskipun belakangan diketahui ternyata tidak sedikit yang salah
ketika kami menjodohkan, hehe.
Setelah itu, kami harus berlari sampai
garis FINISH, kami disambut dengan begitu meriahnya di garis FINISH bak
Pahlawan pulang dari medan tempur. Ini menandakan FIM Traventurace sudah
selesaaaaaaai… Yaaaaaahhhhh. LAGI, LAGI, LAGI, MALAYSIA, SINGAPUR, BANJARMASIN,
SABANG, LAGI, LAGI, hehe.
![]() |
Seluruh Peserta Traventurace |
Alhamdulillah kami Tim MaCaN berhasil
mengikuti FIM Traventurace sampai akhir tanpa kekurangan satu apapun
dan sehat walafiat. Kami sampai di garis FINISH di urutan kedua setelah Tim
Kuaci.
Kami ingin mengucapkan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada Pa’E, Bunda, Mba Jetc, Kang Fahmeee, FIM HORE, FIM
KECE, FIM GJ, FIM DEJAPU, dan seluruh pihak yang telah mendukung acara FIM
Tarventurace ini. Terima kasih telah memberikan kesempatan kepada kami
untuk ikut. Banyak cerita dan berjuta pengalaman berharga yang kami rasakan.
Terima kasih.
Hari terakhir ini ditutup dengan begitu
hangatnya. Terima kasih sekali lagi.
HIDUP MACAAAAAAN, HIDUP FORUM INDONESIA
MUDA. AKU UNTUK BANGSAKU!
Tim macan :
- Nurmy
- Choki
- Marcel
0 comments:
Post a Comment